Breaking News
Loading...
Rabu, 17 Februari 2016

THAHARAH (BAG 3)


THAHARAH DARI HADAS

Hadas adalah "sesuatu yang baru datang, hadas berarti keadaan tidak suci (bukan benda) yang timbul karena datangnya sesuatu yang ditetapkan oleh hukum agama sebagai yang membatalkan keadaan suci”.
Dalam ilmu fiqh, hadas itu ada dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar.
Hadas kecil ini timbul karena salah satu sebab :
1. Keluarnya sesuatu benda (padat, cair atau gas) dari salah satu jalan pelepasan (qubul/dubur).
2. Hilang akal/kesadaran, umpamanya karena mabuk, pingsan, tidur, gila dan sebagainya.
3. Persentuhan kulit (tanpa benda pemisah) antara pria dan wanita bukan muhrim. (Menurut Imam Assyafi'i)
4. Memegang (dengan telapak tangan sebelah dalam) jalan pelepasan (qubul/dubur).

Oleh karena hadas itu bukan benda yang dapat diketahui di mana letaknya, maka bersuci dari hadas kecil dapat dilakukan dengan cara berwudhu dan bertayamum.

WUDHU

Allah SWT berfirman,

" Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.." (QS. Al- Maidah:6)

Hal-hal yang  difardlukan dilakukan dalam wudlu ialah:
a. Niat
b. Membasuh muka, hendaknya diawali dengan membasahi dahi dan meratakan kepermukaannya sampai keujung dagu.
c. Membasuh kedua belah tangan, mulai dari jari-jari sampai siku- siku.
d. Mengusap kepala menyempurnakan usapan dari depan ke belakang, lalu mengembalikan dari belakang ke depan.
e. Membasuh kaki kanan dan kiri dari ujung jari sampai mata kaki.
f. Tartib

Wudhu’ Rasulullah SAW
Ada pun tata cara wudhu yang dicontohkan Rasulullah SAW, bisa kita baca dari hadits berikut ini :

Kemudian beliau berkata,”Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhuku ini. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Humran bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu meminta seember air, kemudian beliau mencuci kedua tapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya. Kemudian beliau membasuh wajarnya tiga kali, membasuh tanggan kanannya hingga siku tiga kali, kemudian membasuh tanggan kirinya hingga siku tiga kali, kemudian beliau mengusap kepalanya, kemudian beliau membasuh kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali, begitu juga yang kiri.

TAYAMMUM

Secara bahasa, tayammum itu maknanya adalah (ﺪﺼﻘﻟا) al-qashdu, yaitu bermaksud. Sedangkan secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar.

Dibolehkan bertayammum bagi orang berhadas kecil maupun berhadas besar, baik diwaktu mukim maupun dalam perjalanan , jika dijumpai salah satu sebab, yaitu seseorang tidak memperoleh air, atau ada tetapi tidak cukup untuk bersuci,  sakit,  suhu sangat dingin,  waktu hampir habis.

Allah SWT berfirman:
"Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu". (QS. Al-Maidah: 6)

Cara bertayammum dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke atas tanah lalu tepukkan 2x kemudian usapkan ke wajah dan kedua telapak tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats, bisa 1 tepukan k tanah untuk wajah dan tangan,  bisa 2 tepukan k tanah untuk masing-masing wajah dan tangan.

MANDI

Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghuslu ( ُاَلْغُسْل). Kata ini memiliki makna yaitu menuangkan air ke seluruh tubuh

Sedangkan secara istilah, para ulama menyebutkan definisinya yaitu :
"Memakai air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara tertentu dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya."

Adapun kata Janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh dan lawan dari dekat.

Sedangkan secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berarti :

"Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau melakukan hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi shalat, masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut."

Mandi Janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini merupakan tatacara ritual yang bersifat ta`abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar.

Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah

Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Tiga lagi sisanya hanya terjadi pada perempuan.

1. Keluar Mani
Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik dengan cara sengaja
(masturbasi) atau tidak.
 Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :

Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya sperma). (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Bertemunya Dua Kemaluan
Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-laki dan kemaluan wanita. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan (jima'). Dan para ulama membuat batasan : dengan lenyapnya kemaluan (masuknya) ke dalam faraj wanita, atau faraj apapun baik faraj hewan.

Jima' yang dimaksud baik keluar mani atau tidak, tetap wajib mandi,  dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu mewajibkan mandi janabah. Aku melakukannya bersama Rasulullah SAW dan kami mandi.

Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila seseorang duduk di antara empat cabangnya kemudian bersungguh-sungguh (menyetubuhi), maka sudah wajib mandi. (HR. Muttafaqun 'alaihi).
Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Meski pun tidak keluar mani"

3. Meninggal
Seseorang yang meninggal, maka wajib atas orang lain yang masih hidup untuk memandikan jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw tentang orang yang sedang ihram tertimpa kematian :

Rasulullah SAW bersabda,"Mandikanlah dengan air dan daun bidara`. (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Haidh dan nifas
Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada seorang wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat.

Nifas yaitu darah yang keluar karen adanya  prose kelahiran.

Dalilnya adalah firman Allah SWT dan juga sabda Rasulullah SAW :

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah:222)

5. Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati, maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya, meski seorang wanita tidak mengalami nifas, namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah, lantaran persalinan yang dialaminya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa 'illat atas wajib mandinya wanita yang melahirkan adalah
karena anak yang dilahirkan itu pada hakikatnya adalah mani juga, meski sudah berubah wujud menjadi manusia.

Dengan dasar itu, maka bila yang lahir bukan bayi tapi janin sekalipun, tetap diwajibkan mandi, lantaran janin itu pun asalnya dari mani.

Fardhu Mandi Janabah
1- niat
2- menghilangkan naji
3- meratakan air ke seluruh tubuh

Sunnah mandi janabah
Sunnah mandi janabah diambil dari dalil berikut ini:
Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)

Dari ’Aisyah radliyallahu anha dia berkata, ”Jika Rasulullah SAW mandi karena janabah, maka beliau mencuci kedua tangan, kemudian wudlu’ sebagaimana wudlu beliau untuk sholat, kemudian beliau menyela-nyela rambutnya dengan kedua tangan beliau, hingga ketika beliau menduga air sudah sampai ke akar- akar rambut, beliau mengguyurnya dengan air tiga kali, kemudian membasuh seluruh tubuhnya”. ’Aisyah berkata, ”Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dari satu bejana, kami mencibuk dari bejana itu semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari kedua hadits di atas,  tata cara mandi janabah sebagai berikut:
1. Mencuci Kedua Tangan
Pertama sekali yang harus dilakukan ketika mandi janabah adalah mencuci kedua tangan. Mencuci kedua tangan ini bisa dengan tanah atau sabun, lalu dibilas sebelum dimasukkan ke wajan tempat air.
2. Mencuci Dua Kemaluan
Caranya dengan menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri dan dengan tangan kiri itulah kemaluan dan dubur dicuci dan dibersihkan.
3. Membersihkan Najis
Selain dua kemaluan, juga disunnahkan terlebih dahulu untuk membersihkan semua najis yang sekiranya masih melekat di badan.
4. Berwudhu
Setelah semua suci dan bersih dari najis, maka disunnahkan untuk berwudhu sebagaimana wudhu' untuk shalat. Jumhur ulama mengatakan bahwa disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki. Maksudnya, wudhu' itu tidak pakai cuci kaki, cuci kakinya nanti setelah mandi janabah usai.
5. Sela-sela Jari
Di antara yang dianjurkan juga adalah memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah
6. Menyiram kepala
Sunnah juga untuk menyiram kepala dengan 3 kali siraman sebelum membasahi semua anggota badan.
7. Membasahi Seluruh Badan
Ketika mandi dan membasahi semua bagian badan, ada keharusan untuk meratakannya. Jangan sampai ada anggota badan yang tidak terbasahi air. Misalnya, kalau ada orang yang memakai pewarna rambut atau kuku yang sifatnya menghalangi tembusnya air, maka mandi itu menjadi tidak sah.
Tergantung jenis pewarnanya, kalau tembus air atau menyatu menjadi bagian dari rambut atau kuku, tentu tidak mengapa. Tetapi kalau tidak tembus dan menghalangi, maka mandinya tidak sah. Sebelum mandi harus dihilangkan terlebih dahulu.
8. Mencuci kaki
Disunnahkan berwudhu di atas tanpa mencuci kaki, tetapi diakhirkan mencuci kakinya. Dengan demikian, mandi janabah itu juga mengandung wudhu yang sunnah. Walau pun tanpa berwudhu' sekalipun, sebenarnya mandi janabah itu sudah mengangkat hadts besar dan kecil sekaligus.

Mandi Sunnah
1. Sebelum aholat jumat
2. Sebelum sholat idul fitri dan idul adha
3. Sebelum sholat gerhana dan istisqo
4. Setelah memandikan jenazah
5. Sadara dari pingsan,  gila dan mabuk
6. Haji dan umrah.

Thaharah dari sisa-sisa (kelebihan-kelebihan) kotoran yang ada di badan

Kelebihan-kelebihan yang suci itu ada dua macam, yaitu kotoran yang menempel di badan, dan bagian-bagian tubuh yang merupakan kelebihan yang tidak diperlukan.

Menurut Muhammad Djamaluddin al-Qasimy bahwa kotoran- kotoran yang ada di badan ini terdiri atas macam, yaitu:
a. Kotoran yang berkumpul di rambut kepala berupa daki dan kutu. Di sunahkan membersihkannya dengan disisir dan di beri minyak agar tidak kusut.
b. Kotoran yang berkumpul dilipatan-lipatan telinga. Dengan mengusap kotoran yang tampak dari luar, sedang di bagian dalam dibersihkan dengan hati-hati setelah selesai mandi.
c. Kotoran-kotoran yang ada di dalam lubang hidung, membersihkannya dengan cara menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya (intinsyar dan intinsyaaq).
d. Kotoran-kotoran yang ada disela-sela gigi dan di ujung lidah, membersihkannya dengan bersiwak (menggosok gigi) dan berkumur-kumur.
e.Kotoran dan kutu yang berkumpul dijanggut yang tidak terawat. Cara membersihkannya dianjurkan dengan mencuci dan menyisirnya.
f. Kotoran-kotoran yang terdapat pada ruas-ruas jari, yakni pada lipatan-lipatan sebelah luar.
g. Kotoran-kotoran yang terdapat pada ujung-ujung jari dan di bawah kuku.
h. Daki-daki yang menempel di badan karena keringat dan debu-debu jalanan.

Maroji':
- Fiqh Sunnah; Syaikh Sayyid Sabiq.
- Fiqh  Thaharah; Ahmad Sarwat.
- Fiqh Wanita; Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah










0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer