Breaking News
Loading...
Minggu, 21 Februari 2016

FIQIH "SHOLAT (BAG 2)"

A. SYARAT WAJIB SHALAT
 Syarat wajib shalat yaitu:
1- Islam
Setiap orang yang beragama Islam diwajibkan untuk shalat tetapi bagi non muslim tidak diwajibkan shalat.
2- Baligh/ mencapai usia dewasa
Bagi perempuan dikatakan baligh apabila telah keluar darah haid. Dan untuk laki-laki ketika berusia 15 tahunan atau telah bermimpi basah.
3- Berakal
Bagi yang tidak berakal sehat tidak diwajibkan untuk shalat.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda," Orang yang lupa shalat hendaklah segera shalat begitu ingat. Tidak ada kaffarat atasnya kecuali hanya melakukan shalat itu saja". (HR. Bukhari dan Muslim)

B. SYARAT SAH SHALAT

 Syarat-syarat sah shalat diantaranya:
1- Suci dari hadas kecil dan hadas besar.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah".(HR. Jamaah kecuali Bukhari)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Allah tidak menerima shalat seorang kamu bila berhadats sampai dia berwudhu`"(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmizy).

2- Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari berbagai macam najis.
Dalil keharusan Sucinya badan dari najis:
"Bila kamu mendapat haidh, maka tinggalkanlah shalat. Dan bila telah usai haidh, maka cucilah darah dan shalatlah".(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil keharusan sucinya pakaian dari najis adalah firman Allah SWT :
"Dan pakaianmu, bersihkanlah".(QS. Al-Muddatstsir : 4)

3- Menutup aurat
Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut, sedangkan bagi perempuan semua anggota badan kecuali muka dan telapak tangan.

Dari Aisah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Tidak sah shalat seorang wanita yang sudah mendapat haidh kecuali dengan memakai khimar.(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasai)

Dari Aisah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Wahai Asma`, bila seorang wanita sudah mendapat haidh maka dia tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini". Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menunjuk kepada wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Abu Daud)

4- Menghadap kiblat

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

"Dan dari mana saja kamu, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku . Dan agar Ku- sempurnakan ni'mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah : 150)

5- Sudah masuk waktu shalat

"...Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. An-Nisa : 103)

C. RUKUN-RUKUN SHALAT

Rukun-rukun sholat di antaranya:
1. Niat
Niat berada di dalam hati. Yaitu kesengajaan untuk mengerjakan shalat. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ...

"Amal itu tergantung pada niatnya." (HR. Muttafaq 'alaih)

2. Takbiratul Ihram

Takbiratul Ihram maknanya adalah ucapan takbir yang menandakan dimulainya pengharaman. Yaitu mengharamkan segala sesuatu yang tadinya halal menjadi tidak halal atau tidak boleh dikerjakan di dalam shalat. Seperti makan, minum, berbicara dan sebagainya.
Dalil tentang kewajiban bertakbir adalah firman Allah SWT :

وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ

 "dan Tuhanmu agungkanlah! (Bertakbirlah untuknya)" (QS. Al-Muddatstsir : 3)

Juga ada dalil dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله (ص): مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطَّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ . رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلا النَّسَائِيّ

 Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Kunci shalat itu adalah kesucian (thahur) dan yang mengharamkannya (dari segala hal di luar shalat) adalah takbir". (HR. Khamsah kecuali An-Nasai)

Dari Rufa`ah Ibnu Rafi` bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Tidak sah shalat serorang hamba hingga dia berwudhu` dengan sempurna dan menghadap kiblat lalu mengucapkan Allahu Akbar. (HR. Ashabus Sunan dan Tabarany)

 "Bila kamu shalat maka bertakbirlah". (HR. Muttafaqun Alaihi)

Lafaz takbiratul-ihram adalah mengucapkan lafadz Allahu Akbar,  artinya Allah Maha Besar. Sebuah zikir yang murni dan bermakna pengakuan atas penghambaan diri anak manusia kepada Sang Maha Pencipta. Ketika seseorang mengucapkan takbiratul-ihram, maka dia telah menjadikan Allah SWT sebagai prioritas perhatiannya dan menafikan hal-hal lain selain urusan kepada Allah dan aturan dalam shalatnya.

Lafaz ini diucapkan ketika semua syarat wajib dan syarat sah shalat terpenuhi. Yaitu sudah menghadap ke kiblat dalam keadaan suci badan, pakaian dan tempat dari najis dan hadats. Begitu juga sudah menutup aurat, tahu bahwa waktu shalat sudah masuk dan lainnya.

3. Berdiri
Berdiri adalah rukun shalat dengan dalil berdasarkan firman Allah SWT :

وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ

 "...Berdirilah untuk Allah dengan khusyu'." (QS. Al-Baqarah : 238)

Juga ada hadits nabawi yang mengharuskan berdiri untuk shalat

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ (ص) عَنْ صَلاَةِ الرَّجُلِ قَاعِدًا فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ . رواه البخاري

Dari `Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang shalat seseorang sambil duduk, beliau bersabda,"Shalatlah dengan berdiri, bila tidak sanggup maka sambil duduk dan bila tidak sanggup sambil berbaring".(HR. Bukhari)

Hadits ini juga sekaligus menjelaskan bahwa berdiri hanya diwajibkan untuk mereka yang mampu berdiri. Sedangkan orang-orang yang tidak mampu berdiri, tidak wajib berdiri. Misalnya orang yang sedang sakit yang sudah tidak mampu lagi berdiri tegak.

Bahkan orang sakit itu bila tidak mampu bergerak sama sekali, cukuplah baginya menganggukkan kepada saja menurut Al-Hanafiyah. Atau dengan mengedipkan mata atau sekedar niat saja seperti pendapat Al-Malikiyah. Bahkan As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa bisa dengan mengerakkan anggota tubuh itu di dalam hati.

Para fuqaha mazhab sepakat mensyaratkan bahwa berdiri yang dimaksud adalah berdiri tegak. Tidak boleh bersandar pada sesuatu seperti tongkat atau tembok, kecuali buat orang yang tidak mampu. Terutama bila tongkat atau temboknya dipisahkan, dia akan terjatuh.

4. Membaca Al-Fatihah

Jumhur ulama menyebutkan bahwa membaca surat Al-Fatihah adalah rukun shalat, dimana shalat seseorang tidak sah tanpa membacanya. Dengan dalil kuat dari hadits nabawi :

وَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ اَلصَّامِتِ (ر) قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ (ص) لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِأُمِّ اَلْقُرْآنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ubadah bin Shamit ra berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran"(HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya)

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda,

لَا تُجْزِئُ صَلاَةٌ لَا يَقْرَأُ فِيْهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

"Tidak sah shalat yang tidak dibacakan padanya Fatihatul-kitab". (HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad shahih, juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Abu Hatim)

5. Ruku`

Ruku`adalah gerakan membungkukkan badan dan kepala dengan kedua tangan diluruskan ke arah lutut lalu telapak tangan dalam diletakan di lulut. Dengan tidak mengangkat kepala tapi juga tidak menekuknya. Juga dengan meluruskan punggungnya.

Perintah untuk melakukan rukuk adalah firman Allah SWT

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al-Hajj : 77)

Dan juga hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini, dari Abu Humaid,
"Apabila Nabi saw. ruku` maka beliau melakukannya dgn lurus. Beliau tidak terlalu mencondongkan kepalanya ke bawah,  sebaliknya tidak pulan menengadahkannya ke atas. Dan beliau meletakkan kedua tangannya pada kedua lutut,  seolah-olah menggenggam keduanya itu." (HR. Nasa`i)

Untuk sahnya gerakan ruku`, posisi ruku` ini harus terjadi dalam beberapa saat, jangan langsung bangun lagi. Harus ada jeda waktu sejenak untuk berada pada posisi ruku` yang disebut dengan istilah thuma`ninah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :

Dari Abi Qatadhah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Pencuri yang paling buruk adalah yang mencuri dalam shalatnya". Para shahabat bertanaya,"Ya Rasulallah, bagaimana mencuri dalam shalat?", "dengan cara tidak menyempurnakan ruku` dan sujudnya". atau beliau bersabda,"Tulang belakangnya tidak sampai lurus ketika ruku` dan sujud". (HR. Ahmad, Al-Hakim, At-Thabarany, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban)

Diantara bacaan ruku`:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ

(diriwayatkan oleh muslim dan ash-habussunan)

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَئِكَةِ وَالرُّوْحِ

 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ

(Diriwayatkan oleh Ahmad,  Bukhari, Muslim dan lainnya)

6. I`tidal

I`tidal adalah gerakan bangun dari ruku` dengan berdiri tegap dan merupakan rukun shalat yang harus dikerjakan menurut jumhur ulama. Dari Humaid mengenai sifat shalat Rasulullah saw.,

"Jika beliau mengangkat kepalanya, maka beliau oun berdiri lurus hingga kembali normal setiap ruas punggungnya ke tempatnya semula." (HR. Bukhari dan Muslim)

Bacaan i`tidal

- سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Atau ditambahkan,
ملء السموات وملء الارض وملء ما شئت من شيء بعد

7. Sujud

 Secara bahasa, sujud berarti
 al-khudhu` (الخضوع)
 at-tazallul (التذلل) yaitu merendahkan diri badan.
 al-mailu (الميل) yaitu mendoncongkan badan ke depan.
Sedangkan secara syar`i, yang dimaksud dengan sujud menurut jumhur ulama adalah meletakkan 7 anggota badan ke tanah, yaitu wajah, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung kedua tapak kaki.

Pensyariatan Sujud

Al-Quran Al-Karim memerintahkan kita untuk melakukan sujud kepada Allah SWT. Dasarnya adalah hadits nabi :

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ (صأُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ : عَلَى اَلْجَبْهَةِ - وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى أَنْفِهِ - وَالْيَدَيْنِ , وَالرُّكْبَتَيْنِ , وَأَطْرَافِ اَلْقَدَمَيْنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

 Dari Ibnu Abbas ra berkata,"Aku diperintahkan untuk sujud di atas 7 anggota. (Yaitu) wajah (dan beliau menunjuk hidungnya), kedua tangan, kedua lutut dan kedua tapak kaki.(HR. Bukhari dan Muslim)

Manakah yang lebih dahulu diletakkan, lutut atau tangan?

Dalam masalah ini ada dua dalil yang sama-sama kuat namun menunjukkan cara yang berbeda. Sehingga menimbulkan perbedaan pendapat juga di kalangan ulama.
Jumhur ulama umumnya mengatakan bahwa yang disunnahkan ketika sujud adalah meletakkan kedua lutut di atas tanah terlebih dahulu, baru kemudian kedua tangan lalu wajah. Dan ketika bangun dari sujud, belaku sebaliknya, yang diangkat adalah wajah dulu, kemudian kedua tangan baru terakhir lutut. Dasar dari praktek ini adalah hadits berikut ini.

عَنْ وَائِل بن حُجْر قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِرواه الخمسة إلا أحمد

Dari Wail Ibnu Hujr berkata,"Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan bila bangun dari sujud beliau mengangkat tangannya sebelum mengangkat kedua lututnya. (HR. Khamsah kecuali Ahmad)
Namun Al-Malikiyah berpendapat sebaliknya, justru yang disunahkan untuk diletakkan terlebih dahulu adalah kedua tangan baru kemudian kedua lututnya. Dalil mereka adalah hadits berikut ini :

عَنْ وَائِل بن حُجْر قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِرواه الخمسة إلا أحمد

Dari Abi Hurariah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Bila kamu sujud janganlah seperti duduknya unta. Hendaklah kamu meletakkan kedua tangan terlebih dahulu baru kedua lutut. (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai dan Tirmizy)
Ibnu Sayid An-Nas berkata bahwa hadits yang menyebutkan tentang meletakkan tangan terlebih dahulu lebih kuat. Namun Al-Khattabi mengatakan bahwa hadits ini lebih lemah dari hadits yang sebelumnya. Maka demikianlah para ulama berbeda pendapat tentang mana yang sebaiknya didahulukan ketika melakukan sujud.
Dan Imam An-Nawawi berkata bahwa diantara keduanya tidak ada yang lebih rajih (lebih kuat). Artinya, menurut beliau keduanya sama-sama kuat dan sama-sama bisa dilakukan.

Bacaan sujud, dari hadits yg diriwayatkan oleh Ahmad,  Muslim,  Ash-haabussunan, menurut Tirdmizi hadis hasan lagi shahih

ـ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلىَ

8. Duduk Antara Dua Sujud

Duduk antara dua sujud adalah rukun menurut jumhur ulama dan hanya merupakan kewajiban menurut Al-Hanafiyah.

Posisi duduknya, ada dua macam:
1) Duduk iftirasy, yaitu dengan duduk melipat kaki ke belakang dan bertumpu pada kaki kiri. Maksudnya kaki kiri yang dilipat itu diduduki, sedangkan kaki yang kanan dilipat tidak diduduki namun jari-jarinya ditekuk sehingga menghadap ke kiblat. Posisi kedua tangan diletakkan pada kedua paha dekat dengan lutut dengan menjulurkan jari-jarinya.
2) Duduk Iq’a
Duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk di atas tumit.
Berdasarkan hadits, bahwa:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang duduk iq’a, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya].” (HR.Muslim, Abu ‘Awanah dan Abu Asy-Syaikh)

Bacaan doa saat duduk di antara dua sujud
Menurut mazhab As-Syafi'iyah, Al-Hanabilah dan Al-Malikiyah, doa yang dibaca ketika duduk antara 2 sujud adalah lafadz berikut ini

رَبِّ اغْفِرْلِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ

Ada pula ulama menambahkan dengan

 وَاعْفُ عَنِّي

Atau bacaan :

رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي

Diriwayatkan Imam an Nasai dari Hudzaifah bahwa ia pernah shalat bersama Nabi ketika berada diantara dua sujud beliau membaca, ” ROBBIGHFIRLI, ROBBIGHFIRLI (Wahai Rabbku ampunilah aku, wahai Rabbku ampunilah aku)

9. Duduk Tasyahhud Akhir

Duduk tasyahhud akhir merupakan rukun shalat menurut jumhur ulama dan hanya kewajiban menurut Al-Hanafiyah.
Sedangkan jumhur ulama menetapkan bahwa posisi duduk untuk tasyahhud akhir adalah duduk tawaruk. Posisinya hampir sama dengan iftirasy namun posisi kaki kiri tidak diduduki melainkan dikeluarkan ke arah bawah kaki kanan. Sehingga duduknya di atas tanah tidak lagi di atas lipatan kaki kiri seperti pada iftirasy

Bacaan tasyahud

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

Kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat :

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Kemudian lanjut membaca sholawat Ibrahimiah yang diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Abdur Rahman bi Abi Laila,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

10. Mengucapkan salam pertama

Ada dua salam, yaitu salam pertama dan kedua. Salam pertama adalah fardhu shalat menurut para fuqaha, seperti Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah. Sedangkan salam yang kedua bukan fardhu melainkan sunnah.
Namun menurut Al-Hanabilah, kedua salam itu hukumnya fardhu, kecuali pada shalat jenazah, shalat nafilah, sujud tilawah dan sujud syukur. Pada keempat perbuatan itu, yang fardhu hanya salam yang pertama saja .
Salam merupakan bagian dari fardhu dan rukun shalat yang juga berfungsi sebagai penutup shalat. Dalilnya adalah :

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله (ص) : مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطَّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

 Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Kunci shalat itu adalah kesucian (thahur) dan yang mengharamkannya (dari segala hal di luar shalat) adalah takbir". (HR. Muslim)

Dari Ibni Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi salam ke kanan dan ke kiri : Assalamu ‘alaikum warahmatullah Assalamu ‘alaikum warahmatullah, hingga nampak pipinya yang putih. (HR. Khamsah)

Selain sebagai penutup shalat, salam ini juga merupakan doa yang disampaikan kepada orang-orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya, bila tidak ada maka diniatkan kepada jin dan malaikat.

11. Thuma`ninah

Menurut jumhurul ulama’, seperti Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, tuma’ninah merupakan rukun shalat, yaitu pada gerakan ruku’, i’tidal, sujud dan duduk antara dua sujud
Dari Hudzaifah ra bahwa beliau melihat seseorang yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya. Ketika telah selesai dari shalatnya, beliau memanggil orang itu dan berkata kepadanya,”Kamu belum shalat, bila kamu mati maka kamu mati bukan di atas fitrah yang telah Allah tetapkan di atasnya risalah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Bukhari)

12. Tertib rukun-rukunnya

D. SUNNAH-SUNNAH SHALAT

Yang dimaksud dengan sunah shalat, yaitu semua aktivitas yang dilakukan di saat shalat, jika ditinggalkan dengan sengaja, maka dapat membatalkan shalat dan jika tertinggal tidak sengaja, maka tidak membatalkan shalat akan tetapi cukup digantikan dengan sujud sahwi.

Adapun sunah sunah shalat antara lain:
1. Mengangkat kedua tangan. “Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, dari Nabi saw, bahwa ketika melaksanakan shalat fardhu, beliau memulai dengan bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan bahu. Beliau melakukan hal yang sama ketika selesai membaca sebelum rukuk, juga bangkit dari rukuk. Beliau tidak melakukan hal itu saat duduk, akan tetapi jika beliau bangkit setelah dua kali sujud, beliau kembali bertakbir.” (HR. Abu Dawud, dan Tirmidzi)

2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir, dalam sebuah hadis: “Rasulullah pernah berjalan melewati seorang yang sedang shalat. orang tersebut meletakkan tangan kirinya di atas tangan kanannya. Lalu beliau melepaskan tangan tersebut dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.”(HR.Ahmad dengan sanad sahih)

3. Mengarahkan pandangan ke tempat sujud. Hal ini berdasarkan keterangan al-Baghawiy dalam kitabnya, Syarh as-Sunnah: “Melihat sesuatu tidak masalah di dalam shalat, akan tetapi yang lebih baik adalah mengarahkan pandangan ke tempat sujud.” Beliau melanjutkan bahwa, Telah diriwatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw pernah memandang ke kanan dan ke kiri saat shalat.

4. Membaca doa itiftah. Sabda Rasulullah saw “Setelah Rasulullah melakukan takbir dalam shalat, maka beliau berdiam sejenak sebelum membaca (surat), aku bertanya: Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibumu, tidakkah engkau tahu diamnya engkau antara takbiratul ihram dan membaca surat, apa yang engkau ucapkan? Beliau menjawab, Aku mengucapkan: Allahumma ba`id baini wa baina khadatayaya kamaba adta bainal masyriqi wal maghrib, Allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqats tsaubul abyadhu minad dannas, Allahummaqhsilni bilma’i was salji wal barad (Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan ufuk timur dari ufuk barat. Ya Allah sucikanlah alu sebagaimana disucikannya kain putih dari kotoran, sucikanlah aku dengan air salju dan air dingin)

5.Membaca ta’awudz. Selesai membaca doa astiftah dan sebelum membaca surat al-Fatihah, Rasulullah saw senantiasa berta`wudz. Ibnu mundzir mengatakan riwayat yang bersumber dari Nabi saw, bahwa sebelum membaca surat Al Fatihah pada rakaat pertama beliau mengucapkan ta’awudz. dibaca perlahan pada rakaat pertama sesudah membaca doa istiftah sebelum membaca surat al-Fatihah.

6. Membaca aamiin. Disunahkan membaca “aamiin” setelah membaca Surat al-Fatihah, baik ketika sedang shalat sendirian maupun berjamaah, baik sebagai imam maupun makmum dengan suara yang keras, kecuali dalam shalat sirriyyah.

K. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

Diantara yang membatalkan shalat yaitu:
1. Meninggalkan salah satu syarat shalat, atau rukunnya.
Seperti sabda Rasulullah SAW kepada orang a’rabiy (badui)  yang tidak bagus shalatnya:

«ارجع فصلِّ فإنك لم تصلِّ» رواه الشيخان

“Kembalilah shalat karena kamu belum shalat.” (HR Asy Syaikhani). Di antaranya adalah terbuka aurat, berubah arah kiblat, berhadats saat shalat.

2. Makan minum dengan sengaja meskipun sedikit. Sedang jika terjadi karena lupa, atau tidak tahu, atau ada selilit di antara gigi yang ditelan, maka itu tidak membatalkan menurut mazhab Syafi’iy dan Hanbali.

3. Sengaja berbicara di luar bacaan shalat. Sedang jika dilakukan karena tidak tahu hukumnya, atau lupa maka tidak membatalkan shalat, seperti dalam hadits Muawiyah bin Al Hakam As Salamiy, yang berbicara ketika shalat karena tidak tahu hukumnya, dan Rasulullah tidak menyuruhnya mengulang shalat, tetapi mengatakan kepadanya:

: «إنَّ هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هي التَّسبيح والتكبير وقراءة القرآن»، رواه أحمد ومسلم وأبو داود والنسائي

“Sesungguhnya shalat ini tidak baik untuk bicara dengan sesama manusia, sesungguhnya ia adalah tasbih, takbir, dan membaca Al Qur’an.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud dan An Nasa’iy)

4. Banyak bergerak dengan sengaja atau lupa di luar gerakan shalat. Tetapi jika terpaksa seperti menolong orang dalam bahaya, menyelamatkan orang yang hendak tenggelam, ia wajib menghentikan shalatnya.

5. Tertawa dan terbahak-bahak keduanya membatalkan shalat. Tertawa adalah yang terdengar orang yang melakukan itu saja, sedang terbahak-bahak adalah yang terdengar orang lain. Sedang tersenyum tidak membatalkan.

6. Salah baca yang merubah makna dengan perubahan yang keji, atau kalimat kufur.

7. Makmum yang ketinggalan dua rukun fi’liyah dengan sengaja tanpa sebab, atau mendahuluinya dengan dua rukun fi’liyah menurut mazhab Syafi’iy meskipun ada sebab. Seperti jika imam membaca dengan cepat sehingga makmum di belakangnya ketinggalan asal tidak lebih dari tiga rukun dimaksud.

8. Mengingatkan bacaan bukan imamnya. Atau imam membetulkan bacaan orang yang tidak ikut shalat bersamanya menurut mazhab Hanafi.

M. Bacaan dzikir setelah shalat

- Setelah salam membaca istigfar استغفر الله العظيم
sebanyak tiga kali kemudian mengucapkan,

اللَّهُمَ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.” (Sahih; H.R. Muslim, no. 591)

– Kemudian mengucapkan,

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

“Tidak ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mampu mencegah sesuatu yang telah Engkau berikan dan tidak ada yang mampu memberi sesuatu yang Engkau cegah. Tidak bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya untuk (menebus) siksaan-Mu.” (Sahih; H.R. Bukhari, no. 6862; Muslim, no. 593; An-Nasa’i, no. 1341)

– Setelah itu mengucapkan tasbih (سبحان الله), tahmid (الحمد لله), dan takbir (الله أكبر) sebanyak 33 kali, kemudian menyempurnakannya sehingga genap menjadi seratus dengan mengucapkan,

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”

– Kemudian membaca Ayat Kursi serta surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas.

Sumber :
-Fiqh sunnah Sayyid Sabiq
-Minhajul Muslim
-Fiqh sholat Ahmad Sarwat
-Fiqh Wanita
-Al-Wafi


0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer