Syarat wajib shalat yaitu:
1- Islam
Setiap
orang yang beragama Islam diwajibkan untuk shalat tetapi bagi non muslim tidak
diwajibkan shalat.
2- Baligh/ mencapai usia
dewasa
Bagi
perempuan dikatakan baligh apabila telah keluar darah haid. Dan untuk laki-laki
ketika berusia 15 tahunan atau telah bermimpi basah.
3- Berakal
Bagi
yang tidak berakal sehat tidak diwajibkan untuk shalat.
Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda," Orang yang lupa shalat hendaklah segera shalat begitu ingat.
Tidak ada kaffarat atasnya kecuali hanya melakukan shalat itu saja". (HR.
Bukhari dan Muslim)
B. SYARAT SAH SHALAT
Syarat-syarat
sah shalat diantaranya:
1- Suci dari hadas kecil
dan hadas besar.
Dari
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah".(HR. Jamaah
kecuali Bukhari)
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Allah tidak menerima shalat seorang kamu bila berhadats sampai
dia berwudhu`"(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmizy).
2- Suci badan, pakaian dan
tempat shalat dari berbagai macam najis.
Dalil
keharusan Sucinya badan dari najis:
"Bila
kamu mendapat haidh, maka tinggalkanlah shalat. Dan bila telah usai haidh, maka
cucilah darah dan shalatlah".(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil
keharusan sucinya pakaian dari najis adalah firman Allah SWT :
"Dan
pakaianmu, bersihkanlah".(QS. Al-Muddatstsir : 4)
3- Menutup aurat
Aurat
laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut, sedangkan bagi perempuan semua
anggota badan kecuali muka dan telapak tangan.
Dari
Aisah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Tidak sah shalat seorang wanita yang sudah mendapat haidh
kecuali dengan memakai khimar.(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasai)
Dari
Aisah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Wahai Asma`, bila seorang wanita sudah mendapat haidh maka dia
tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini". Lalu beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam menunjuk kepada wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Abu Daud)
4- Menghadap kiblat
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan
dari mana saja kamu, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan
dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada
hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka.
Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku . Dan agar Ku-
sempurnakan ni'mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS.
Al-Baqarah : 150)
5- Sudah masuk waktu
shalat
"...Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." (QS. An-Nisa : 103)
C. RUKUN-RUKUN SHALAT
Rukun-rukun sholat di
antaranya:
1. Niat
Niat
berada di dalam hati. Yaitu kesengajaan untuk mengerjakan shalat. Hal ini
didasarkan pada hadits Nabi saw,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ...
"Amal
itu tergantung pada niatnya." (HR. Muttafaq 'alaih)
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul
Ihram maknanya adalah ucapan takbir yang menandakan dimulainya pengharaman.
Yaitu mengharamkan segala sesuatu yang tadinya halal menjadi tidak halal atau
tidak boleh dikerjakan di dalam shalat. Seperti makan, minum, berbicara dan
sebagainya.
Dalil
tentang kewajiban bertakbir adalah firman Allah SWT :
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
"dan Tuhanmu agungkanlah! (Bertakbirlah
untuknya)" (QS. Al-Muddatstsir : 3)
Juga
ada dalil dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله (ص): مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطَّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ . رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلا النَّسَائِيّ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Kunci shalat itu
adalah kesucian (thahur) dan yang mengharamkannya (dari segala hal di luar shalat)
adalah takbir". (HR. Khamsah kecuali An-Nasai)
Dari
Rufa`ah Ibnu Rafi` bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Tidak sah shalat serorang hamba hingga dia berwudhu` dengan
sempurna dan menghadap kiblat lalu mengucapkan Allahu Akbar. (HR. Ashabus Sunan
dan Tabarany)
"Bila kamu shalat maka
bertakbirlah". (HR. Muttafaqun Alaihi)
Lafaz
takbiratul-ihram adalah mengucapkan lafadz Allahu Akbar, artinya Allah Maha Besar. Sebuah zikir yang
murni dan bermakna pengakuan atas penghambaan diri anak manusia kepada Sang
Maha Pencipta. Ketika seseorang mengucapkan takbiratul-ihram, maka dia telah
menjadikan Allah SWT sebagai prioritas perhatiannya dan menafikan hal-hal lain
selain urusan kepada Allah dan aturan dalam shalatnya.
Lafaz
ini diucapkan ketika semua syarat wajib dan syarat sah shalat terpenuhi. Yaitu
sudah menghadap ke kiblat dalam keadaan suci badan, pakaian dan tempat dari
najis dan hadats. Begitu juga sudah menutup aurat, tahu bahwa waktu shalat
sudah masuk dan lainnya.
3. Berdiri
Berdiri
adalah rukun shalat dengan dalil berdasarkan firman Allah SWT :
وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ
"...Berdirilah untuk Allah dengan
khusyu'." (QS. Al-Baqarah : 238)
Juga
ada hadits nabawi yang mengharuskan berdiri untuk shalat
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ (ص) عَنْ صَلاَةِ الرَّجُلِ قَاعِدًا فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ . رواه البخاري
Dari
`Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam tentang shalat seseorang sambil duduk, beliau
bersabda,"Shalatlah dengan berdiri, bila tidak sanggup maka sambil duduk
dan bila tidak sanggup sambil berbaring".(HR. Bukhari)
Hadits
ini juga sekaligus menjelaskan bahwa berdiri hanya diwajibkan untuk mereka yang
mampu berdiri. Sedangkan orang-orang yang tidak mampu berdiri, tidak wajib
berdiri. Misalnya orang yang sedang sakit yang sudah tidak mampu lagi berdiri
tegak.
Bahkan
orang sakit itu bila tidak mampu bergerak sama sekali, cukuplah baginya
menganggukkan kepada saja menurut Al-Hanafiyah. Atau dengan mengedipkan mata
atau sekedar niat saja seperti pendapat Al-Malikiyah. Bahkan As-Syafi`iyah dan
Al-Hanabilah mengatakan bahwa bisa dengan mengerakkan anggota tubuh itu di
dalam hati.
Para
fuqaha mazhab sepakat mensyaratkan bahwa berdiri yang dimaksud adalah berdiri
tegak. Tidak boleh bersandar pada sesuatu seperti tongkat atau tembok, kecuali
buat orang yang tidak mampu. Terutama bila tongkat atau temboknya dipisahkan,
dia akan terjatuh.
4. Membaca Al-Fatihah
Jumhur
ulama menyebutkan bahwa membaca surat Al-Fatihah adalah rukun shalat, dimana
shalat seseorang tidak sah tanpa membacanya. Dengan dalil kuat dari hadits
nabawi :
وَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ اَلصَّامِتِ (ر) قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ (ص) لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِأُمِّ اَلْقُرْآنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Ubadah bin Shamit ra berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,”Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran"(HR. Ibnu
Hibban dalam shahihnya)
Dari
Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda,
لَا تُجْزِئُ صَلاَةٌ لَا يَقْرَأُ فِيْهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
"Tidak
sah shalat yang tidak dibacakan padanya Fatihatul-kitab". (HR. Ibnu
Khuzaimah dengan sanad shahih, juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Abu
Hatim)
5. Ruku`
Ruku`adalah
gerakan membungkukkan badan dan kepala dengan kedua tangan diluruskan ke arah
lutut lalu telapak tangan dalam diletakan di lulut. Dengan tidak mengangkat
kepala tapi juga tidak menekuknya. Juga dengan meluruskan punggungnya.
Perintah
untuk melakukan rukuk adalah firman Allah SWT
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Wahai
orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al-Hajj : 77)
Dan
juga hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini, dari Abu Humaid,
"Apabila
Nabi saw. ruku` maka beliau melakukannya dgn lurus. Beliau tidak terlalu
mencondongkan kepalanya ke bawah,
sebaliknya tidak pulan menengadahkannya ke atas. Dan beliau meletakkan
kedua tangannya pada kedua lutut,
seolah-olah menggenggam keduanya itu." (HR. Nasa`i)
Untuk
sahnya gerakan ruku`, posisi ruku` ini harus terjadi dalam beberapa saat,
jangan langsung bangun lagi. Harus ada jeda waktu sejenak untuk berada pada
posisi ruku` yang disebut dengan istilah thuma`ninah. Dalilnya adalah sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :
Dari
Abi Qatadhah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Pencuri yang paling buruk adalah yang mencuri dalam shalatnya". Para
shahabat bertanaya,"Ya Rasulallah, bagaimana mencuri dalam shalat?",
"dengan cara tidak menyempurnakan ruku` dan sujudnya". atau beliau
bersabda,"Tulang belakangnya tidak sampai lurus ketika ruku` dan
sujud". (HR. Ahmad, Al-Hakim, At-Thabarany, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban)
Diantara bacaan ruku`:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ
(diriwayatkan
oleh muslim dan ash-habussunan)
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَئِكَةِ وَالرُّوْحِ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ
(Diriwayatkan
oleh Ahmad, Bukhari, Muslim dan lainnya)
6. I`tidal
I`tidal
adalah gerakan bangun dari ruku` dengan berdiri tegap dan merupakan rukun
shalat yang harus dikerjakan menurut jumhur ulama. Dari Humaid mengenai sifat
shalat Rasulullah saw.,
"Jika
beliau mengangkat kepalanya, maka beliau oun berdiri lurus hingga kembali
normal setiap ruas punggungnya ke tempatnya semula." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Bacaan i`tidal
-
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
Atau
ditambahkan,
ملء السموات وملء الارض وملء ما شئت من شيء بعد
7. Sujud
Secara bahasa, sujud berarti
al-khudhu` (الخضوع)
at-tazallul (التذلل) yaitu merendahkan diri
badan.
al-mailu (الميل) yaitu mendoncongkan badan ke depan.
Sedangkan
secara syar`i, yang dimaksud dengan sujud menurut jumhur ulama adalah
meletakkan 7 anggota badan ke tanah, yaitu wajah, kedua telapak tangan, kedua
lutut dan ujung kedua tapak kaki.
Pensyariatan Sujud
Al-Quran
Al-Karim memerintahkan kita untuk melakukan sujud kepada Allah SWT. Dasarnya
adalah hadits nabi :
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ (ص) أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ : عَلَى اَلْجَبْهَةِ - وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى أَنْفِهِ - وَالْيَدَيْنِ , وَالرُّكْبَتَيْنِ , وَأَطْرَافِ اَلْقَدَمَيْنِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas ra berkata,"Aku
diperintahkan untuk sujud di atas 7 anggota. (Yaitu) wajah (dan beliau menunjuk
hidungnya), kedua tangan, kedua lutut dan kedua tapak kaki.(HR. Bukhari dan
Muslim)
Manakah yang lebih dahulu
diletakkan, lutut atau tangan?
Dalam
masalah ini ada dua dalil yang sama-sama kuat namun menunjukkan cara yang berbeda.
Sehingga menimbulkan perbedaan pendapat juga di kalangan ulama.
Jumhur
ulama umumnya mengatakan bahwa yang disunnahkan ketika sujud adalah meletakkan
kedua lutut di atas tanah terlebih dahulu, baru
kemudian kedua tangan lalu wajah. Dan ketika bangun dari sujud, belaku
sebaliknya, yang diangkat adalah wajah dulu, kemudian kedua tangan baru
terakhir lutut. Dasar dari praktek ini adalah hadits berikut ini.
عَنْ وَائِل بن حُجْر قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ – رواه الخمسة إلا أحمد
Dari
Wail Ibnu Hujr berkata,"Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan bila
bangun dari sujud beliau mengangkat tangannya sebelum mengangkat kedua
lututnya. (HR. Khamsah kecuali Ahmad)
Namun
Al-Malikiyah berpendapat sebaliknya, justru yang disunahkan untuk diletakkan
terlebih dahulu adalah kedua tangan baru kemudian kedua lututnya. Dalil mereka
adalah hadits berikut ini :
عَنْ وَائِل بن حُجْر قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ – رواه الخمسة إلا أحمد
Dari
Abi Hurariah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,"Bila kamu sujud janganlah seperti duduknya unta.
Hendaklah kamu meletakkan kedua tangan terlebih dahulu baru kedua lutut. (HR.
Ahmad, Abu Daud, Nasai dan Tirmizy)
Ibnu
Sayid An-Nas berkata bahwa hadits yang menyebutkan tentang meletakkan tangan
terlebih dahulu lebih kuat. Namun Al-Khattabi mengatakan bahwa hadits ini lebih
lemah dari hadits yang sebelumnya. Maka demikianlah para ulama berbeda pendapat
tentang mana yang sebaiknya didahulukan ketika melakukan sujud.
Dan
Imam An-Nawawi berkata bahwa diantara keduanya tidak ada yang lebih rajih
(lebih kuat). Artinya, menurut beliau keduanya sama-sama kuat dan sama-sama
bisa dilakukan.
Bacaan
sujud, dari hadits yg diriwayatkan oleh Ahmad,
Muslim, Ash-haabussunan, menurut
Tirdmizi hadis hasan lagi shahih
ـ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلىَ
8. Duduk Antara Dua Sujud
Duduk
antara dua sujud adalah rukun menurut jumhur ulama dan hanya merupakan
kewajiban menurut Al-Hanafiyah.
Posisi duduknya, ada dua
macam:
1) Duduk iftirasy, yaitu dengan duduk
melipat kaki ke belakang dan bertumpu pada kaki kiri. Maksudnya kaki kiri yang
dilipat itu diduduki, sedangkan kaki yang kanan dilipat tidak diduduki namun
jari-jarinya ditekuk sehingga menghadap ke kiblat. Posisi kedua tangan
diletakkan pada kedua paha dekat dengan lutut dengan menjulurkan jari-jarinya.
2) Duduk Iq’a
Duduk
dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk di atas tumit.
Berdasarkan
hadits, bahwa:
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang duduk iq’a, yakni [duduk dengan
menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya].” (HR.Muslim, Abu ‘Awanah dan Abu
Asy-Syaikh)
Bacaan doa saat duduk di
antara dua sujud
Menurut
mazhab As-Syafi'iyah, Al-Hanabilah dan Al-Malikiyah, doa yang dibaca ketika
duduk antara 2 sujud adalah lafadz berikut ini
رَبِّ اغْفِرْلِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ
Ada
pula ulama menambahkan dengan
وَاعْفُ عَنِّي
Atau
bacaan :
رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي
Diriwayatkan
Imam an Nasai dari Hudzaifah bahwa ia pernah shalat bersama Nabi ketika berada
diantara dua sujud beliau membaca, ” ROBBIGHFIRLI, ROBBIGHFIRLI (Wahai Rabbku
ampunilah aku, wahai Rabbku ampunilah aku)
9. Duduk Tasyahhud Akhir
Duduk
tasyahhud akhir merupakan rukun shalat menurut jumhur ulama dan hanya kewajiban
menurut Al-Hanafiyah.
Sedangkan
jumhur ulama menetapkan bahwa posisi duduk untuk tasyahhud akhir adalah duduk
tawaruk. Posisinya hampir sama dengan iftirasy namun posisi kaki kiri tidak diduduki
melainkan dikeluarkan ke arah bawah kaki kanan. Sehingga duduknya di atas tanah
tidak lagi di atas lipatan kaki kiri seperti pada iftirasy
Bacaan
tasyahud
Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
Kemudian
mengucapkan dua kalimat syahadat :
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Kemudian
lanjut membaca sholawat Ibrahimiah yang diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Abdur
Rahman bi Abi Laila,
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
10. Mengucapkan salam
pertama
Ada
dua salam, yaitu salam pertama dan kedua. Salam pertama adalah fardhu shalat
menurut para fuqaha, seperti Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah. Sedangkan salam
yang kedua bukan fardhu melainkan sunnah.
Namun
menurut Al-Hanabilah, kedua salam itu hukumnya fardhu, kecuali pada shalat
jenazah, shalat nafilah, sujud tilawah dan sujud syukur. Pada keempat perbuatan
itu, yang fardhu hanya salam yang pertama saja .
Salam
merupakan bagian dari fardhu dan rukun shalat yang juga berfungsi sebagai
penutup shalat. Dalilnya adalah :
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله (ص) : مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطَّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Kunci shalat itu
adalah kesucian (thahur) dan yang mengharamkannya (dari segala hal di luar
shalat) adalah takbir". (HR. Muslim)
Dari
Ibni Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memberi salam ke kanan dan ke kiri : Assalamu ‘alaikum warahmatullah Assalamu
‘alaikum warahmatullah, hingga nampak pipinya yang putih. (HR. Khamsah)
Selain
sebagai penutup shalat, salam ini juga merupakan doa yang disampaikan kepada
orang-orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya, bila tidak ada maka
diniatkan kepada jin dan malaikat.
11. Thuma`ninah
Menurut
jumhurul ulama’, seperti Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah,
tuma’ninah merupakan rukun shalat, yaitu pada gerakan ruku’, i’tidal, sujud dan
duduk antara dua sujud
Dari
Hudzaifah ra bahwa beliau melihat seseorang yang tidak menyempurnakan ruku’ dan
sujudnya. Ketika telah selesai dari shalatnya, beliau memanggil orang itu dan
berkata kepadanya,”Kamu belum shalat, bila kamu mati maka kamu mati bukan di
atas fitrah yang telah Allah tetapkan di atasnya risalah nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Bukhari)
12. Tertib rukun-rukunnya
D. SUNNAH-SUNNAH SHALAT
Yang
dimaksud dengan sunah shalat, yaitu semua aktivitas yang dilakukan di saat
shalat, jika ditinggalkan dengan sengaja, maka dapat membatalkan shalat dan
jika tertinggal tidak sengaja, maka tidak membatalkan shalat akan tetapi cukup
digantikan dengan sujud sahwi.
Adapun sunah sunah shalat
antara lain:
1.
Mengangkat kedua tangan. “Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, dari Nabi saw,
bahwa ketika melaksanakan shalat fardhu, beliau memulai dengan bertakbir dan
mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan bahu. Beliau melakukan hal
yang sama ketika selesai membaca sebelum rukuk, juga bangkit dari rukuk. Beliau
tidak melakukan hal itu saat duduk, akan tetapi jika beliau bangkit setelah dua
kali sujud, beliau kembali bertakbir.” (HR. Abu Dawud, dan Tirmidzi)
2.
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh
Jabir, dalam sebuah hadis: “Rasulullah pernah berjalan melewati seorang yang
sedang shalat. orang tersebut meletakkan tangan kirinya di atas tangan
kanannya. Lalu beliau melepaskan tangan tersebut dan meletakkan tangan kanannya
di atas tangan kirinya.”(HR.Ahmad dengan sanad sahih)
3.
Mengarahkan pandangan ke tempat sujud. Hal ini berdasarkan keterangan al-Baghawiy
dalam kitabnya, Syarh as-Sunnah: “Melihat sesuatu tidak masalah di dalam
shalat, akan tetapi yang lebih baik adalah mengarahkan pandangan ke tempat
sujud.” Beliau melanjutkan bahwa, Telah diriwatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
Rasulullah saw pernah memandang ke kanan dan ke kiri saat shalat.
4.
Membaca doa itiftah. Sabda Rasulullah saw “Setelah Rasulullah melakukan takbir
dalam shalat, maka beliau berdiam sejenak sebelum membaca (surat), aku
bertanya: Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibumu, tidakkah engkau tahu diamnya
engkau antara takbiratul ihram dan membaca surat, apa yang engkau ucapkan?
Beliau menjawab, Aku mengucapkan: Allahumma ba`id baini wa baina khadatayaya
kamaba adta bainal masyriqi wal maghrib, Allahumma naqqini min khathayaya kama
yunaqqats tsaubul abyadhu minad dannas, Allahummaqhsilni bilma’i was salji wal
barad (Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana
Engkau menjauhkan ufuk timur dari ufuk barat. Ya Allah sucikanlah alu
sebagaimana disucikannya kain putih dari kotoran, sucikanlah aku dengan air
salju dan air dingin)
5.Membaca
ta’awudz. Selesai membaca doa astiftah dan sebelum membaca surat al-Fatihah,
Rasulullah saw senantiasa berta`wudz. Ibnu mundzir mengatakan riwayat yang
bersumber dari Nabi saw, bahwa sebelum membaca surat Al Fatihah pada rakaat
pertama beliau mengucapkan ta’awudz. dibaca perlahan pada rakaat pertama
sesudah membaca doa istiftah sebelum membaca surat al-Fatihah.
6.
Membaca aamiin. Disunahkan membaca “aamiin” setelah membaca Surat al-Fatihah,
baik ketika sedang shalat sendirian maupun berjamaah, baik sebagai imam maupun
makmum dengan suara yang keras, kecuali dalam shalat sirriyyah.
K. HAL-HAL YANG
MEMBATALKAN SHALAT
Diantara yang membatalkan
shalat yaitu:
1.
Meninggalkan salah satu syarat shalat, atau rukunnya.
Seperti
sabda Rasulullah SAW kepada orang a’rabiy (badui) yang tidak bagus shalatnya:
«ارجع فصلِّ فإنك لم تصلِّ» رواه الشيخان
“Kembalilah
shalat karena kamu belum shalat.” (HR Asy Syaikhani). Di antaranya adalah
terbuka aurat, berubah arah kiblat, berhadats saat shalat.
2.
Makan minum dengan sengaja meskipun sedikit. Sedang jika terjadi karena lupa,
atau tidak tahu, atau ada selilit di antara gigi yang ditelan, maka itu tidak
membatalkan menurut mazhab Syafi’iy dan Hanbali.
3.
Sengaja berbicara di luar bacaan shalat. Sedang jika dilakukan karena tidak
tahu hukumnya, atau lupa maka tidak membatalkan shalat, seperti dalam hadits
Muawiyah bin Al Hakam As Salamiy, yang berbicara ketika shalat karena tidak
tahu hukumnya, dan Rasulullah tidak menyuruhnya mengulang shalat, tetapi
mengatakan kepadanya:
:
«إنَّ هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هي التَّسبيح والتكبير وقراءة القرآن»، رواه أحمد ومسلم وأبو داود والنسائي
“Sesungguhnya
shalat ini tidak baik untuk bicara dengan sesama manusia, sesungguhnya ia
adalah tasbih, takbir, dan membaca Al Qur’an.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud dan
An Nasa’iy)
4.
Banyak bergerak dengan sengaja atau lupa di luar gerakan shalat. Tetapi jika
terpaksa seperti menolong orang dalam bahaya, menyelamatkan orang yang hendak
tenggelam, ia wajib menghentikan shalatnya.
5.
Tertawa dan terbahak-bahak keduanya membatalkan shalat. Tertawa adalah yang
terdengar orang yang melakukan itu saja, sedang terbahak-bahak adalah yang
terdengar orang lain. Sedang tersenyum tidak membatalkan.
6.
Salah baca yang merubah makna dengan perubahan yang keji, atau kalimat kufur.
7.
Makmum yang ketinggalan dua rukun fi’liyah dengan sengaja tanpa sebab, atau
mendahuluinya dengan dua rukun fi’liyah menurut mazhab Syafi’iy meskipun ada
sebab. Seperti jika imam membaca dengan cepat sehingga makmum di belakangnya
ketinggalan asal tidak lebih dari tiga rukun dimaksud.
8.
Mengingatkan bacaan bukan imamnya. Atau imam membetulkan bacaan orang yang
tidak ikut shalat bersamanya menurut mazhab Hanafi.
M. Bacaan dzikir setelah
shalat
-
Setelah salam membaca istigfar استغفر الله العظيم
sebanyak
tiga kali kemudian mengucapkan,
اللَّهُمَ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Ya
Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah Engkau,
wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.” (Sahih; H.R. Muslim, no. 591)
–
Kemudian mengucapkan,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Tidak
ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mampu mencegah sesuatu yang telah Engkau
berikan dan tidak ada yang mampu memberi sesuatu yang Engkau cegah. Tidak
bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya untuk (menebus)
siksaan-Mu.” (Sahih; H.R. Bukhari, no. 6862; Muslim, no. 593; An-Nasa’i, no.
1341)
–
Setelah itu mengucapkan tasbih (سبحان الله), tahmid (الحمد لله), dan takbir (الله أكبر) sebanyak 33 kali, kemudian menyempurnakannya sehingga genap
menjadi seratus dengan mengucapkan,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Tidak
ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu.”
–
Kemudian membaca Ayat Kursi serta surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas.
Sumber :
-Fiqh
sunnah Sayyid Sabiq
-Minhajul
Muslim
-Fiqh
sholat Ahmad Sarwat
-Fiqh
Wanita
-Al-Wafi
0 komentar:
Posting Komentar