KISAH NYATA DARI KOTA RIYADH
Aku
mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu muslim kulit hitam yang
juga bekerja di hotel ini. Beberapa bulan belakangan aku tak lagi melihatnya.
Biasanya ia bekerja bersama pekerja lain menggarap proyek bangunan di tengah
terik matahari kota Riyadh .
Hari
itu Ammar tidak terlihat, karena penasaran, saya coba tanyakan kepada Iqbal .
“Oh
kamu tidak tahu?” jawabnya balik bertanya dengan bahasa Inggris khas India.
“Iya,
beberapa minggu ini dia tak terlihat di mushola.”
Selepas
itu tanpa diduga Iqbal bercerita panjang lebar tentang Ammar.
Ternyata
Amar datang ke kota Riyadh lima tahun lalu. Ia datang ke negeri ini dengan
tangan kosong, dan nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan untuk mencari
kehidupan di kota ini. Saudi Arabia memang memberikan free visa untuk negara
negara Arab lainnya termasuk Sudan, maka Ammar bisa bebas mencari kerja disini
asal punya pasport dan tiket.
Sayang,
kehidupan memang tidak selamanya bersahabat. Do’a Ammar untuk mendapat
kehidupan yang lebih baik di kota ini demi keluarganya ternyata saat itu belum
terkabul. Dia bekerja berpindah pindah dengan gaji yang sangat kecil, uang
gajinya tidak sanggup untuk membayar apartemen hingga ia tinggal bersa,a teman
temannya. Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan. Ia tetap mencari
kesempatan agar bisa mengirim uang untuk keluarganya di Sudan.
Bulan
pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat, bulan ketiga hingga tahun
tahun berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir. Waktu bergeser lamban
dan berat, telah lima tahun Ammar hidup berpindah pindah di kota ini.
Bekerja
dibawah tekanan panas matahari dan suasana kota yang garang, tapi amar tetap
bertahan dalam kesabaran. Kota
metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba jika kita tidak tahu caranya untuk
mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di hutan kita masih bisa menemukan
buah buah, tapi di kota? Kota adalah belantara penderitaan yang akan menjerat
siapa saja yang tidak mampu bersaing.
Riyadh
adalah ibu kota Saudi Arabia, hanya berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 Jam jarak
tempuh dengan bis menuju Makkah. Di hampir keseluruhan kota ini tidak ada
pepohonan untuk berlindung saat panas. Disini hanya terlihat kurma kurma yang
berbuah satu kali dalam setahun..
Amar
seperti terjerat di belantara kota ini. Pulang ke Sudan bukan pilihan terbaik,
ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan keluarganya
disana, itu tekadnya. Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari
keluarganya. Ia tetap mengirimi mereka uang meski sangat sedikit, meski harus
ditukar dengan lapar dan haus untuk raganya disini. Sering ia melewatkan
harinya dengan puasa menahan dahaga dan lapar sambil terus melangkah,
berikhtiar mencari suap demi suap nasi untuk keluarganya di Sudan.
Tapi
Ammar pun manusia. Di
tahun kelima ini ia tidak tahan lagi menahan malu dengan teman temannya yang ia
kenal, sudah lima tahun ia berpindah pindah kerja dan numpang di teman temannya
tapi kehidupannya tidak kunjung berubah. Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan,
tekadnya telah bulat untuk kembali berkumpul dengan keluarganya di Sudan.
Saat
itu ia tidak memiliki uang meski sebatas untuk tiket pulang. Ia terpaksa
menceritakan keinginannya untuk pulang kepada teman2 terdekatnya. Dan salah
satu teman baik Ammar memberinya sejumlah uang untuk membeli tiket ke Sudan.
Hari
itu juga Ammar berpamitan pada teman2nya, ia pergi ke sebuah agen perjalanan di
Olaya- Riyadh, untuk membeli tiket. Sayang, ternyata semua penerbangan
Riyadh-Sudan minggu ini susah didapat karena konflik di Libya, negara tetangganya.
Saat itu tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja. Akhirnya ia membeli tiket
untuk penerbangan minggu berikutnya. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang
masih minggu depan. Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya.Tadi pagi ia
tidak sarapan , siang inipun belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya
ini bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa dengan keadaan itu.
Adzan
dzuhur bergema, semua toko toko, supermarket, bank, dan kantor pemerintah
serentak menutup pintu dan menguncinya. Security kota berjaga jaga di luar
kantor menunggu hingga waktu shalat berjamaah selesai. Ammar tergesa menuju
sebuah masjid di pusat kota Riyadh. Ia mengikatkan tas kosongnya di pinggang,
kemudian mengambil wudhu, membasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap
rambutnya yang keriting dengan air. Lalu ia masuk ke dalam mesjid, shalat 2
rakaat untuk menghormati masjid. Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat
berjamaah.
Hanya
disaat shalat itulah dia merasakan kesejukan, Ia merasakan terlepas dari beban
dunia yang menghimpitnya, hingga hatinya berada dalam ketenangan ditiap menit
yang ia lalui.
Shalat
telah selesai. Ammar
masih bingung kemana harus melangkah, sedangkan penerbangan masih seminggu
lagi. Dilihatnya beberapa mushaf Al Qur’an yang tersimpan rapi di pilar pilar
mesjid yang kokoh itu. Ia mengambil salah satunya, bibirnya mulai bergetar
membaca taawudz dan terus membaca al Qur’an hingga adzan ashar tiba menyapanya,
selepas maghrib ia masih di sana. Akhirnya Ammar memutuskan untuk tinggal
disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba.
Ammar
memang telah terbiasa bangun awal di setiap harinya, seperti pagi itu, ia
adalah orang pertama yang terbangun di sudut kota. Ia selalu mengumandangkan
suara indahnya memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota saat
fajar menyingsing. Adzannya memang khas, hingga bukan sebuah kebetulan juga
jika Prince (Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat subuh
berjamaah disana. Adzan yang juga ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa
seminggu terakhirnya di kota Riyadh.
Di
tiket tertulis jadwal penerbangan ke Sudan jam 05:23am, artinya ia harus sudah
ada di bandara jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya. Ammar bangun lebih awal dan
pamit kepada pengelola masjid, untuk mencari bis menuju bandara King Abdul
Azis, Riyadh yang hanya berjarak kurang dari 30 menit dari pusat Kota.
Amar
sudah duduk diruang tunggu bandara, tampaknya penerbangan sediikit tertunda.
Ammar melamun dan kecemasan mulai menghantui dirinya. Ia harus pulang tanpa
uang sedikitpun, padahal lima tahun ia terus bekerja keras. Namun ia memahami,
inilah kehidupan dan dunia hanyalah persinggahan sementara. Ia tidak pernah ingin
mencemari kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta dengan mengeluh. Ia
tetap berjalan walau tertatih memenuhi kewajiban sebagai Hamba Allah, dan
sebagai imam dalam keluarganya.
Tiba
tiba dari speaker bandara terdengar suara memanggil namanya. Belum hilang rasa
terkejutnya, tiba2 datang sekelompok orang berbadan tegap menghampirinya.
Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa basa basi, mereka hanya berkata “Prince
memanggilmu”. Ammar semakin bingung ada apa Prince memanggilnya?
Kerajaan
Saudi memiliki banyak Prince dan Princess (Putra dan Putri Kerajaan) , mereka
tersebar hingga ratusan diseluruh jazirah Arab ini dan tinggal di istana masing
masing.
Setiap
kali Ammar adzan Prince selalu bangun dan merasa terpanggil untuk sholat.
Hingga suatu hari suara Ammar beradzan tak terdengar lagi . Prince merasa
kehilangan dan saat mengetahui bahwa sang muadzin pulang kenegerinya. dia
langsung memerintahkan pihak bandara untuk menunda penerbangan dan segera
menjemput Ammar .
Ammar
sudah tiba di istana dan Prince menyambutnya dengan ramah sambil menanyakan
mengapa Ammar ingin kembali ke negerinya. Lalu ia mulai bercerita bahwa sudah
lima tahun bekerja di kota Riyadh tapi tak pernah mendapatkan kesempatan kerja
yang tetap serta gaji yang cukup untuk menghidupi keluarganya di Sudan.
Prince
mengangguk nganguk dan bertanya: “Berapakah gajimu dalam
satu bulan?”
Amar
kebingungan, karena gaji yang ia terima tidak pernah tetap. Bahkan sering ia
tidak punya gaji berbulan bulan. Prince memakluminya, lalu beliau bertanya
lagi:
“Berapa
gaji paling besar dalam sebulan yang pernah kamu terima ?”
Dahi
Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama lima tahun ini.
“Alhamdulilah,
SR 1.400 “, jawab Ammar.
Prince
langsung memerintahkan bendahara untuk menghitung 1.400 Real dikali dengan 5
tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184.
800.000). Lalu Prince menyerahkan uang tersebut kepada Ammar.
Tubuh
Amar gemetar melihat keajaiban dihadapannya, belum selesai bibir mengucapkan Al
Hamdalah, Prince menghampiri dan memeluknya seraya berkata:
“Aku
tahu cerita tentang keluargamu yang menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri
dan anakmu dengan uang ini, lalu kembalilah setelah 3 bulan. Saya siapkan tiket
untuk kamu dan keluargamu kembali ke kota Riyadh. Jadilah Bilal di masjidku dan
hiduplah bersama kami di Palace ini.“
Ammar
tak dapat menahan air matanya, ia bukan terharu karena menerima sejumlah uang walau
uang itu sangat besar artinya bagi keluarganya yang miskin. Ammar menangis
karena keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh memperhatikan
hambanya, kesabaran selama lima tahun berakhir dengan indah.Inilah buah dari
kesabaran dan keikhlasan Ammar.
Semua
berubah dalam sekejap, lima tahun itu adalah masa yang lama bagi Ammar. tapi
nothing imposible for Allah, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah
berkehendak.
Ini
kisah nyata yang tokohnya masih berada di kota Riyadh, saat ini Ammar hidup cukup
di sebuah rumah di dalam istana milik Prince. Ammar dianugerahi Allah hidup
yang baik didunia, menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di
pusat kota Riyadh.
Subhanallah….seperti
itulah buah dari kesabaran.
“Jika
sabar itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya.
Jika
kamu mulai berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum
mampu menetapi kesabaran karena sabar itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu
terletak didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya”. (NAI)
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
”Sifat-sifat
yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan
tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang
besar.” (Al Fushilat 35)
Allahu
akbar! Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya.
Kisah
nyata yang memberi pelajaran pada kita semua. Insya Allah yg terbaik akan
diberikan Allah pada mereka yang berdoa dengan ikhlas dan terus berusaha.😄
0 komentar:
Posting Komentar