Breaking News
Loading...
Senin, 22 Februari 2016

Tanya Jawab Syariah "ISBAL" dan "MAHAR"

ISBAL Oleh : Ustadz Jayyad 
Tanya : Mau tanya tentang hukum isbal yaitu menjulurkan pakaian melebihi mata kaki untuk laki-laki, karena banyak haditsnya yang menyatakan hukumnya makruh bahkan haram. Mohon penjelasannnya.
  
Jawab :   بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ   
Memanjangkan pakaian jika tujuannya untuk menyombongkan diri hukumannya tidak dilihat Allah pada hari kiamat, tidak diajak bicara, tidak disucikan, dan diadzab dengan adzab yang pedih.  Sedangkan jika tidak bertujuan untuk menyombongkan diri, maka hukumannya akan diadzab dengan api neraka berdasarkan kain yang melebihi di bawah mata kaki, karena Nabi shallallahu 'alahi wasallam bersabda, “Tiga golongan yang tidak diajak bicara oleh Allah pada Hari Kiamat, tidak dilihat, tidak disucikan dan mereka mendapatkan adzab yang pedih : yaitu orang yang memanjangkan pakaian, orang yang mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (Diriwayatkan Muslim).

Ditakhrij Muslim, kitab Al-Iman, bab “Bayanu Ghaladz Tahrimi Isbali Al-Izar”.  Pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin, berkata bahwa isbal terdiri dari dua macam
1. Jika karena sombong dan congkak, ini termasuk dosa besar. 
2. Jika dilakukan tidak dengan kesombongan. Perbuatan ini pun dilarang karena dikhawatirkan termasuk dosa besar. Ketahuilah bahwa kesombongan itu merupakan akhlak batin, yang muncul karena amal, yang berarti kesombongan merupakan buah dari amal. Akhlak ini merupakan hasrat untuk menampakkan diri di hadapan orang yang akan disombongi, agar terlihat lebih hebat dari yang lain, dengan memiliki sifat kesempurnaan. Pada saat itulah dia menjadi sombong. Jadi, dia dikenai dosa atas kesombongannya bukan sunnah nabi.   واللهأعلمبالصواب  


MAHAR Oleh : Ustadzah Enung
Tanya: Assalamu'alaikum. Saya ingin bertanya ustadzah. Apakah boleh hafalan Al-Qur'an digunakan sebagai mahar? Karena dari apa yang saya pelajari, saya masih bingung sebab ada dua keyakinan antara diperbolehkan dan tidak. Jazakumullah khoiron katsiron. Wassalamu'alaikum. 

Jawab :   بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم  وَ عَلَيْكُمْ لسَّلاَم وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه 
Mahar itu berupa sesuatu yang memiliki manfaat bagi istri. Syaikh Abdullah Alu Bassam menjelaskan, “Dibolehkan semua bentuk mahar yang mengandung manfaat (bagi istri). Seperti mengajarkan Al-Qur’an, mengajarkan fikih, mengajarkan adab, mengajarkan membuat sesuatu, mengajarkan atau lainnya yang memiliki manfaat.” (Taisirul Allam, 440). 

Nabi shallallahu’alaihi wasallam pernah menikahkan sahabatnya yang tidak memiliki harta untuk dijadikan mahar. Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  

اذْهَبْ، فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ  

Artinya : “Pergilah dan aku akan menikahkanmu dengan apa yang ada padamu dari Al-Qur’an.” (HR. Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472) 

Hadits tersebut menunjukkan bolehnya mengajarkan Al-Qur’an dan surat-suratnya sebagai mahar. Karena mengajarkan Al-Qur’an itu boleh diambil upah darinya, maka boleh dijadikan mahar. (Syarah Shahih Bukhari, 7/267). 

Imam Malik bin Anas juga menjelaskan :

   عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ فِي الَّذِي أَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْكِحَ بِمَا مَعَهُ مِنَ الْقُرْآنِ أَنَّ ذَلِكَ فِي أُجْرَتِهِ عَلَى تَعْلِيمِهَا مَا مَعَهُ  

Artinya : “Dari Malik bin Anas, mengenai perintah Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang menikahkan dengan apa yang ada pada diri sahabatnya dari Al-Qur’an, maksudnya karena dalam dirinya ada nilai upah dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada istrinya.” (dinukil dari Al Istidzkar, 21/120). 

Para fuqaha (ahli fikih) berbeda pendapat mengenai bolehnya menjadikan hafalan Al-Qur’an sebagai mahar untuk wanita. Yang masyhur dari ulama Hanafiyah dan Malikiyah serta salah satu pendapat Imam Ahmad mengatakan tidak bolehnya menjadikan hafalan Al-Qur’an sebagai mahar untuk wanita. Karena farji tidak bisa dihalalkan kecuali dengan benda yang berupa harta. 

Berdasarkan firman Allah Ta’ala :

  ‏وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ  

Artinya : “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa: 24). 

Dan karena hafalan Al-Qur’an itu tidak boleh digunakan pemiliknya kecuali untuk bertaqarrub. Adapun ulama Syafi’iyyah, dan sebagian pendapat Malikiyyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad membolehkan menjadikan hafalan Al-Qur’an sebagai mahar untuk wanita. Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menikahkan seorang sahabat dengan seorang sahabiyah dengan mahar ilmu Al-Qur’an yang ada pada diri sahabat tersebut. Yaitu sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : 

 أملكناكها بما معك من القرآن 

Artinya : “Aku nikahkan engkau dengan dia, dengan apa yang ada para dirimu dari Al-Qur’an.“ 

Kemudian ulama yang membolehkan hal ini, mereka bersepakat bahwa harus menyebutkan secara spesifik ayat apa yang dihafalkan. Karena surat dan ayat itu berbeda-beda. Dan mereka juga sepakat mewajibkan sang suami untuk mengajarkan sang istri hafalan ayat dan surat yang disepakati tersebut. 
Jika kita melihat dari beberapa hadits yang membolehkan hafalan sebagai mahar, itu karena sang laki-laki tidak mempunyai suatu apapun untuk mahar kecuali ilmu Al-Qur'an yang ada padanya. 

Dalam hadits lain :   الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدِ  
Artinya : "Cari mahar, meskipun hanya cincin besi." (HR. Bukhari dan  Nasai). 


Kalaupun mau hafalan Al-Qur'an, maka tetap disertai mahar berupa benda yang lainnya. Atau hafalan Al-Qur'an itu sebagai hadiah dari mempelai pria untuk wanita. Insya Allah lebih aman.    وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer