Breaking News
Loading...
Kamis, 18 Februari 2016

Sirah Nabawiyah - Dakwah Rasulullah Secara Terang-Terangan (Part-1)


Wahyu pertama yang turun dalam tahapan ini adalah firman Allah di surat Ash-Shu'ara ayat 214 yang artinya, “Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat”.

Di permulaan surat Ash-Shu'ara menyebutkan kisah Musa Alaihis-Salam beserta tahapan-tahapan dakwah yang dilalui selama menyeru Fir’aun dan kaumnya kepada Allah. Rincian tahapan dakwah tersebut perlu disampaikan saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyeru kaumnya kepada Allah agar beliau dan sahabatnya memperoleh sedikit gambaran tentang apa yang akan dihadapi.

Selain itu, surat ini juga memuat kesudahan yang dialami orang-orang yang mendustakan para Rasul, agar orang-orang yang mendustakan mengetahui hukuman yang diturunkan Allah jika mereka tetap berdusta, dan agar orang-orang yang beriman mengetahui kesudahan yang baik bagi mereka.

Hal pertama yang dilakukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam setelah turun ayat di atas adalah mengundang Bani Hasyim. Namun, sebelum beliau berbicara, Abu Lahab sudah mendahului angkat bicara dan menentang beliau. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam hanya diam dan sama sekali tidak berbicara dalam pertemuan itu.

Kemudian beliau mengundang mereka untuk yang kedua kalinya, dan dalam pertemuan itu beliau bersabda, “Segala puji bagi Allah dan aku memuji-Nya, memohon pertolongan, percaya dan tawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.” Lalu beliau melanjutkan lagi, “Sesungguhnya seorang pemandu itu tidak bisa mendustakan keluarganya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus dan kepada manusia secara umum. Demi Allah kalian akan benar-benar mati layaknya seakan tidur nyenyak dan akan dibangkitkan lagi layaknya bangun tidur. Kalian akan dihisab terhadap apapun yang kalian perbuat, lalu di sana ada syurga yang abadi dan neraka yang abadi pula”.

Abu Thalib berkata, “Kami tidak suka menolongmu, menjadi penasehatmu, dan membenarkan perkataanmu. Orang-orang yang menjadi Bani bapakmu sudah bersepakat. Aku hanya segelintir orang diantara mereka. Namun akulah orang yang pertama mendukung apa yang kamu sukai. Maka lanjutkanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah aku akan senantiasa menjaga dan melindungimu, namun aku tidak mempunyai pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul-Muththalib”.

Abu Lahab berkata, “Demi Allah ini adalah kabar buruk. Ambillah tindakan terhadap dirinya sebelum orang lain melakukannya.”

Abu Thalib menimpali, “Demi Allah kami akan tetap melindungi selagi kami masih hidup.

Setalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yakin dengan janji Abu Thalib, maka suatu hari beliau berdiri di atas Shafa dan berseru, “Wahai semua orang!” Maka semua suku Quraisy berkumpul memenuhi seruan beliau, lalu beliau mengajak mereka kepada tauhid dan iman kepada risalah beliau serta iman kepada Hari Akhirat.

Seruan yang melengking tinggi inilah yang menjadi tujuan dakwah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah menjelaskan kepada orang-orang yang dekat dengan beliau bahwa pembenaran terhadap risalah beliau merupakan inti hubungan beliau dengan mereka. Fanatisme kekerabatan yang selama itu dipegang erat bangsa Arab menjadi mencair dalam kehangatan peringatan yang datang dari sisi Allah.

Seruan beliau terus bergema ke seluruh penjuru Makkah, hingga kemudian turun firman Allah SWT pada surat Al-Hijr ayat 94 yang artinya, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.”

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam langsung menyerang berbagai khufarat dan kebohongan syirik, menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama sekali tidak bernilai. Kemudian orang-orang Quraisy marah dan bangkit untuk menghadang revolusi yang datang secara tidak terduga dan dikhawatirkan akan merusak tradisi mereka. Mereka bangkit karena menyadari bahwa makna iman yang beliau serukan adalah penafikan terhadap uluhiyah selain Allah, bahwa makna iman kepada risalah dan hari akhirat adalah ketundukan dan kepasrahan secara total.

Tapi, tidak ada yang bisa mereka perbuat untuk menghadapi orang yang jujur, dapat dipercaya dan berakhlaq mulia ini. Mereka benar-benar bingung. Setelah berpikir keras, tidak ada jalan keluar kecuali mendatangi paman beliau, Abu Thalib. Mereka meminta kepadanya agar menghentikan segala apapun yang dilakukan anak saudaranya. Tetapi, dengan perkataan yang halus dan penolakan yang lembut Abu Thalib menolak permintaan mereka.

Beberapa masa terlewati dan jarak antara dakwah secara terang-terangan dengan musim haji semakin dekat. Orang-orang Quraisy menyadari bahwa berbagai utusan dari Jazirah Arab akan mendatangi mereka. Oleh karena itu mereka berpendapat untuk mengeluarkan satu pernyataan resmi tentang status Muhammad agar dakwah beliau tidak meninggalkan pengaruh di dalam jiwa mereka. Mereka pun berkumpul di tempat Al-Walid bin Al-Mughirah untuk membahas masalah ini.

Dalam pertemuan tersebut, banyak sebutan untuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ada yang mengatakan bahwa beliau seorang dukun, orang sinting, seorang penyair, dan seorang penyihir. Namun sebutan itu ditolak oleh Al-Walid, dan akhirnya dia mengambil suatu keputusan.

Adapun yang dilakukan Al-Walid ini, Allah telah menurunkan enam belas ayat di dalam surat Al-Muddatstsir ayat 11-26, yang artinya “Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkannya? Sekali lagi, celakalah dia! Bagaimana dia menetapkannya? Kemudian dia memikirkan, lalu bermuka masam dan cemberut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu berkata, ‘(Al-Qur’an) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang terdahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia’.”

Setelah semua orang yang hadir dalam pertemuan menyepakati ketetapan itu, maka mereka memutuskan untuk melaksanakannya. Untuk itu mereka duduk di pinggir-pinggir jalan, sehingga tak seorang pun yang lewat melainkan mendapat peringatan tersebut.

Yang mempelopori pelaksanaan ini adalah Abu Lahab. Ketika musim haji tiba, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mendatangi mereka dan menyeru mereka kepada Allah. Sementara itu Abu Lahab menguntit di belakang beliau, sambil berkata, “Jangan kalian mematuhinya, karena dia orang yang keluar dari agama dan seorang pendusta.”

Akibatnya pada musim itu orang-orang Arab pulang ke tempat masing-masing dengan membawa urusan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Nama beliau tersebar di seluruh penjuru Arab.

Orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak akan menghentikan dakwahnya. Sehingga mereka berusaha menghadang dakwah dengan cara berikut :

1 Ejekan, penghinaan, olok-olok, dan penertawaan. [QS. Al-Hijr : 6, Shad : 4, Al-Qalam : 51, Al-An’am : 53]

2 Menjelek-jelekkan ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan, menyebarkan anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran-ajaran beliau dan diri beliau. [QS. Al-Furqan : 4, 5, 7]

3 Melawan Al-Quran dengan dongeng orang-orang dahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu agar mereka meninggalkan Al-Qur’an.
[QS. Luqman : 6]

4 Menyodorkan beberapa bentuk penawaran, sehingga dengan penawaran itu mereka berusaha untuk mempertemukan Islam dan Jahiliyah di tengah jalan.
[QS. Al-Qalam : 9]

Dengan perlakuan itu, apakah beliau berhenti berdakwah? Tentu saja tidak, beliau tetap melanjutkan dakwah. Dan orang-orang musyrik terus mencari cara untuk memadamkan dakwah beliau. Bagaimana tekanan terhadap dakwah dan solusi yang diambil? Mari kita simak kisah selanjutnya, di pekan depan. Insya Allah.


Sumber : Buku “Sirah Nabawiyah” karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer