Wahyu
pertama yang turun dalam tahapan ini adalah firman Allah di surat Ash-Shu'ara
ayat 214 yang artinya, “Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
dekat”.
Di
permulaan surat Ash-Shu'ara menyebutkan kisah Musa Alaihis-Salam beserta
tahapan-tahapan dakwah yang dilalui selama menyeru Fir’aun dan kaumnya kepada
Allah. Rincian tahapan dakwah tersebut perlu disampaikan saat Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyeru kaumnya kepada Allah agar beliau dan sahabatnya
memperoleh sedikit gambaran tentang apa yang akan dihadapi.
Selain
itu, surat ini juga memuat kesudahan yang dialami orang-orang yang mendustakan
para Rasul, agar orang-orang yang mendustakan mengetahui hukuman yang
diturunkan Allah jika mereka tetap berdusta, dan agar orang-orang yang beriman
mengetahui kesudahan yang baik bagi mereka.
Hal
pertama yang dilakukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam setelah turun
ayat di atas adalah mengundang Bani Hasyim. Namun, sebelum beliau berbicara, Abu
Lahab sudah mendahului angkat bicara dan menentang beliau. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam hanya diam dan sama sekali tidak berbicara dalam
pertemuan itu.
Kemudian
beliau mengundang mereka untuk yang kedua kalinya, dan dalam pertemuan itu
beliau bersabda, “Segala puji bagi Allah dan aku memuji-Nya, memohon
pertolongan, percaya dan tawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah
selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.” Lalu beliau melanjutkan lagi,
“Sesungguhnya seorang pemandu itu tidak bisa mendustakan keluarganya. Demi
Allah yang tidak ada Ilah selain Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepada kalian secara khusus dan kepada manusia secara umum. Demi Allah kalian
akan benar-benar mati layaknya seakan tidur nyenyak dan akan dibangkitkan lagi
layaknya bangun tidur. Kalian akan dihisab terhadap apapun yang kalian perbuat,
lalu di sana ada syurga yang abadi dan neraka yang abadi pula”.
Abu
Thalib berkata, “Kami tidak suka menolongmu, menjadi penasehatmu, dan
membenarkan perkataanmu. Orang-orang yang menjadi Bani bapakmu sudah
bersepakat. Aku hanya segelintir orang diantara mereka. Namun akulah orang yang
pertama mendukung apa yang kamu sukai. Maka lanjutkanlah apa yang diperintahkan
kepadamu. Demi Allah aku akan senantiasa menjaga dan melindungimu, namun aku
tidak mempunyai pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul-Muththalib”.
Abu
Lahab berkata, “Demi Allah ini adalah kabar buruk. Ambillah tindakan terhadap
dirinya sebelum orang lain melakukannya.”
Abu
Thalib menimpali, “Demi Allah kami akan tetap melindungi selagi kami masih
hidup.
Setalah
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yakin dengan janji Abu Thalib, maka suatu
hari beliau berdiri di atas Shafa dan berseru, “Wahai semua orang!” Maka semua
suku Quraisy berkumpul memenuhi seruan beliau, lalu beliau mengajak mereka
kepada tauhid dan iman kepada risalah beliau serta iman kepada Hari Akhirat.
Seruan
yang melengking tinggi inilah yang menjadi tujuan dakwah. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah menjelaskan kepada orang-orang yang dekat
dengan beliau bahwa pembenaran terhadap risalah beliau merupakan inti hubungan
beliau dengan mereka. Fanatisme kekerabatan yang selama itu dipegang erat
bangsa Arab menjadi mencair dalam kehangatan peringatan yang datang dari sisi
Allah.
Seruan
beliau terus bergema ke seluruh penjuru Makkah, hingga kemudian turun firman
Allah SWT pada surat Al-Hijr ayat 94 yang artinya, “Maka sampaikanlah olehmu
secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik.”
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam langsung menyerang berbagai khufarat dan
kebohongan syirik, menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama
sekali tidak bernilai. Kemudian orang-orang Quraisy marah dan bangkit untuk
menghadang revolusi yang datang secara tidak terduga dan dikhawatirkan akan
merusak tradisi mereka. Mereka bangkit karena menyadari bahwa makna iman yang
beliau serukan adalah penafikan terhadap uluhiyah selain Allah, bahwa makna
iman kepada risalah dan hari akhirat adalah ketundukan dan kepasrahan secara
total.
Tapi,
tidak ada yang bisa mereka perbuat untuk menghadapi orang yang jujur, dapat
dipercaya dan berakhlaq mulia ini. Mereka benar-benar bingung. Setelah berpikir
keras, tidak ada jalan keluar kecuali mendatangi paman beliau, Abu Thalib.
Mereka meminta kepadanya agar menghentikan segala apapun yang dilakukan anak
saudaranya. Tetapi, dengan perkataan yang halus dan penolakan yang lembut Abu
Thalib menolak permintaan mereka.
Beberapa
masa terlewati dan jarak antara dakwah secara terang-terangan dengan musim haji
semakin dekat. Orang-orang Quraisy menyadari bahwa berbagai utusan dari Jazirah
Arab akan mendatangi mereka. Oleh karena itu mereka berpendapat untuk
mengeluarkan satu pernyataan resmi tentang status Muhammad agar dakwah beliau
tidak meninggalkan pengaruh di dalam jiwa mereka. Mereka pun berkumpul di
tempat Al-Walid bin Al-Mughirah untuk membahas masalah ini.
Dalam
pertemuan tersebut, banyak sebutan untuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Ada yang mengatakan bahwa beliau seorang dukun, orang sinting,
seorang penyair, dan seorang penyihir. Namun sebutan itu ditolak oleh Al-Walid,
dan akhirnya dia mengambil suatu keputusan.
Adapun
yang dilakukan Al-Walid ini, Allah telah menurunkan enam belas ayat di dalam
surat Al-Muddatstsir ayat 11-26, yang artinya “Sesungguhnya dia telah
memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia!
Bagaimana dia menetapkannya? Sekali lagi, celakalah dia! Bagaimana dia
menetapkannya? Kemudian dia memikirkan, lalu bermuka masam dan cemberut.
Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu berkata,
‘(Al-Qur’an) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang terdahulu),
ini tidak lain hanyalah perkataan manusia’.”
Setelah
semua orang yang hadir dalam pertemuan menyepakati ketetapan itu, maka mereka
memutuskan untuk melaksanakannya. Untuk itu mereka duduk di pinggir-pinggir
jalan, sehingga tak seorang pun yang lewat melainkan mendapat peringatan
tersebut.
Yang
mempelopori pelaksanaan ini adalah Abu Lahab. Ketika musim haji tiba,
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mendatangi mereka dan menyeru mereka
kepada Allah. Sementara itu Abu Lahab menguntit di belakang beliau, sambil
berkata, “Jangan kalian mematuhinya, karena dia orang yang keluar dari agama
dan seorang pendusta.”
Akibatnya
pada musim itu orang-orang Arab pulang ke tempat masing-masing dengan membawa
urusan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Nama beliau tersebar di seluruh
penjuru Arab.
Orang-orang
Quraisy mengetahui bahwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak akan
menghentikan dakwahnya. Sehingga mereka berusaha menghadang dakwah dengan cara
berikut :
1⃣ Ejekan, penghinaan,
olok-olok, dan penertawaan. [QS. Al-Hijr : 6, Shad : 4, Al-Qalam : 51, Al-An’am
: 53]
2⃣ Menjelek-jelekkan ajaran
beliau, membangkitkan keragu-raguan, menyebarkan anggapan-anggapan yang
menyangsikan ajaran-ajaran beliau dan diri beliau. [QS. Al-Furqan : 4, 5, 7]
3⃣ Melawan Al-Qur’an dengan dongeng
orang-orang dahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu agar
mereka meninggalkan Al-Qur’an.
[QS.
Luqman : 6]
4⃣ Menyodorkan beberapa
bentuk penawaran, sehingga dengan penawaran itu mereka berusaha untuk
mempertemukan Islam dan Jahiliyah di tengah jalan.
[QS.
Al-Qalam : 9]
Dengan
perlakuan itu, apakah beliau berhenti berdakwah? Tentu saja tidak, beliau tetap
melanjutkan dakwah. Dan orang-orang musyrik terus mencari cara untuk memadamkan
dakwah beliau. Bagaimana tekanan terhadap dakwah dan solusi yang diambil? Mari
kita simak kisah selanjutnya, di pekan depan. Insya Allah.
Sumber
: Buku “Sirah Nabawiyah” karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury.
0 komentar:
Posting Komentar