Breaking News
Loading...
Selasa, 16 Februari 2016

THAHARAH (BAG 2)

HUKUM AIR

Empat Macam Air yaitu:
1.     Air Mutlak yakni air suci yang mensucikan, artinya bahwa ia suci pada dirinya dan menyucikan bagi yang lainnya. Yaitu air yang jatuh dari langit atau keluar dari bumi masih tetap (belum berubah) keadaannya seperti: air hujan, air laut,air sumur. Air embun, salju dan es dan air yang keluar dari mata air. Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Dan Kami turunkan dari langit air suci menyucikan” (QS. Al-Furqon: 48)
“Dan Ia turunkan air dari langit untuk menyucikan kalian” (QS. Al.Anfal : 11)
2.    Air Musta’mal, yaitu air yang lepas dari anggota tubuh orang yang sedang berwudhu atau mandi, dan tidak mengenai benda najis, hukumnya suci seperti yang disepakati para ulama, dan tidak mensucikan menurut jumhur ulama.
3.    Air yang bercampur benda suci, seperti sabun dan cuka, selama percampuran itu sedikir tidak mengubah zat air itu sendiri, maka hukumnya masih suci mensucikan menurut Madzhab Hanafi,dan tidak mensucikan menurut Imam Syafi’i dan Malik.
4.    Air yang terkena najis, dikatakan air yang terkena najis jika berubah rasa, warna, atau aromanya, maka hukumnya najis tidak boleh dipakai bersuci, menurut ijma’. Sedangkan jika tidak mengubah salah satu sifatnya, maka mensucikan, menurut Imam Malik, baik air itu banyak atau sedikit, tidak mensucikan menurut Madzhab Hanafi, mensucikan menurut Madzhab Syafi’i jika telah mencapai dua kulah yang diperkirakan sebanyak volume tempat yang berukuran 60 cm3.

Su’r (sisa) yaitu air yang tersisa di tempat minum setelah diminum:
1.    Sisa anak Adam (manusia) hukumnya suci, meskipun ia seorang kafir, junub, atau haidh.
2.    Sisa kucing dan hewan yang halal dagingnya, hukumnya suci.
3.    Sisa keledai dan binatang buas, juga burung, hukumnya suci menurut madzhab Hanafi.
4.    Sedangkan sisa anjing dan babi, hukumnya najis menurut seluruh ulama

Air yang makruh dipakai, yaitu air musyammas yang terjemur pada matahari dalam bejana-bejana logam yang ditempa, seperti timah, besi, tembaga dan lain-lain, selain bejana emas atau perak, air ini makruh dipakai untuk badan, tidak untuk pakaian, terkecuali air yang terjemur ditanah seperti air sawah, air kolam dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.



Sabda Rasulullah saw : “Dari Aisyah, sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari , maka berkata Rasulallah saw kepadanya: Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak”. (HR.Baihaqi).

KLASIFIKASI THAHARAH
Thaharah dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu thaharah dari najis, thaharah dari hadats dan thaharah dari sisa-sisa kotoran yang ada di badan.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang macam-macam thaharah, dapat dilihat dalam uraian berikut ini:

1. Thaharah dari Najis
Najis artinya kotor, yakni benda yang ditetapkan oleh hukum agama sebagai sesuatu yang kotor, yang tidak suci, meskipun didalam anggapan sehari-hari dianggap kotor tetapi didalam hukum agama tidak ditetapkan sebagai sesuatu yang najis, umpamanya lumpur.

Para Fuqaha mengelompokkan najis ke dalam tiga bagian :
a. Najis mughalladhah, artinya najis berat, yaitu anjing, babi, dengan segala bagian-bagiannya dan segala yang diperanakkan dari anjing atau babi, meskipun mungkin dengan binatang lain.

b. Najis mukhaffafah, artinya najis ringan, yaitu air kencingnya bayi laki-laki yang berumur kurang dari dua tahun dan belum makan atau minum kecuali air susu ibu.
Kalau air kencing bayi perempuan tergolong kepada najis mutawassithah.

c. Najis mutawassithah, artinya najis sedang, yaitu semua najis yang tidak tergolong mughaladhah dan mukhafafah, antara lain:
1)   Darah (termasuk darah manusia), nanah dan sebagainya.
2) Kotoran atau air kencing manusia atau binatang, atau sesuatu yang keluar dari perut melalui jalan manapun termasuk yang keluar melalui mulut (muntah).
3) Bangkai binatang yaitu binatang yang mati tidak dikarenakan disembelih secara islam, binatang yang tidak halal dimakan meskipun disembelih, kecuali bangkai ikan dan belalang.
4) Benda cair yang memabukkan.
5) Air susu atau air mani binatang yang tidak halal dimakan.

Cara menyucikan najis hukmiyah, yakni najis yang tidak memiliki bentuk (tubuh) yang dapat diraba, cara menyucikannya adalah dengan mengalirkan air ke seluruh bagian yang terkena najis tersebut. Sedangkan najis 'ainiyah, yakni najis yang memiliki bentuk yang dapat dilihat dan diraba, maka cara menyucikannya adalah dengan menghilangkan bendanya itu sendiri, jika masih tersisa warnanya setelah digosok, maka dimaafkan. Demikian pula dimaafkan dengan bau yang masih tersisa, jika memang sulit dihilangkan.

Bagi orang yang dihinggapi sikap was-was, hendaklah ia mengetahui bahwa segala sesuatu itu diciptakan dalam keadaan suci dengan penuh keyakinan. Jika tidak nampak dan tidak diketahui dengan yakin dengan adanya najis, maka kerjakanlah shalat .

Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu kencing maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar jangan cebok dengan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali nafas".(HR. Muttafaq 'alaihi).

By : Ustadzah Ade

Maroji':
- Fiqh Sunnah; Syaikh Sayyid Sabiq.
- Fiqh  Thaharah; Ahmad Sarwat.

- Fiqh Wanita; Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer