HUKUM AIR
1.
Air Mutlak yakni air suci
yang mensucikan, artinya bahwa ia suci pada dirinya dan menyucikan bagi yang
lainnya. Yaitu air yang jatuh dari langit atau keluar dari bumi masih tetap
(belum berubah) keadaannya seperti: air hujan, air laut,air sumur. Air embun,
salju dan es dan air yang keluar dari mata air. Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Dan Kami turunkan dari
langit air suci menyucikan” (QS. Al-Furqon: 48)
“Dan Ia turunkan air dari
langit untuk menyucikan kalian” (QS. Al.Anfal : 11)
2.
Air Musta’mal, yaitu air yang
lepas dari anggota tubuh orang yang sedang berwudhu atau mandi, dan tidak
mengenai benda najis, hukumnya suci seperti yang disepakati para ulama, dan
tidak mensucikan menurut jumhur ulama.
3.
Air yang bercampur benda
suci, seperti sabun dan cuka, selama percampuran itu sedikir tidak mengubah zat
air itu sendiri, maka hukumnya masih suci mensucikan menurut Madzhab Hanafi,dan
tidak mensucikan menurut Imam Syafi’i dan Malik.
4.
Air yang terkena najis,
dikatakan air yang terkena najis jika berubah rasa, warna, atau aromanya, maka
hukumnya najis tidak boleh dipakai bersuci, menurut ijma’. Sedangkan jika tidak
mengubah salah satu sifatnya, maka mensucikan, menurut Imam Malik, baik air itu
banyak atau sedikit, tidak mensucikan menurut Madzhab Hanafi, mensucikan
menurut Madzhab Syafi’i jika telah mencapai dua kulah yang diperkirakan
sebanyak volume tempat yang berukuran 60 cm3.
Su’r (sisa) yaitu air yang tersisa di
tempat minum setelah diminum:
1. Sisa anak Adam (manusia) hukumnya suci,
meskipun ia seorang kafir, junub, atau haidh.
2. Sisa kucing dan hewan yang halal dagingnya,
hukumnya suci.
3. Sisa keledai dan binatang buas, juga
burung, hukumnya suci menurut madzhab Hanafi.
4. Sedangkan sisa anjing dan babi, hukumnya
najis menurut seluruh ulama
Air yang makruh dipakai, yaitu air musyammas yang
terjemur pada matahari dalam bejana-bejana logam yang ditempa, seperti timah,
besi, tembaga dan lain-lain, selain bejana emas atau perak, air ini makruh
dipakai untuk badan, tidak untuk pakaian, terkecuali air yang terjemur ditanah
seperti air sawah, air kolam dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin
berkarat.
Sabda
Rasulullah saw : “Dari Aisyah, sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari , maka
berkata Rasulallah saw kepadanya: Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah
sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak”.
(HR.Baihaqi).
KLASIFIKASI THAHARAH
Thaharah
dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu thaharah dari najis, thaharah
dari hadats dan thaharah dari sisa-sisa kotoran yang ada di badan.
Untuk
mengetahui lebih jelas tentang macam-macam thaharah, dapat dilihat dalam uraian
berikut ini:
1. Thaharah dari Najis
Najis
artinya kotor, yakni benda yang ditetapkan oleh hukum agama sebagai sesuatu yang
kotor, yang tidak suci, meskipun didalam anggapan sehari-hari dianggap kotor
tetapi didalam hukum agama tidak ditetapkan sebagai sesuatu yang najis,
umpamanya lumpur.
Para Fuqaha mengelompokkan najis ke dalam tiga bagian :
a.
Najis mughalladhah, artinya najis berat, yaitu anjing, babi, dengan segala
bagian-bagiannya dan segala yang diperanakkan dari anjing atau babi, meskipun
mungkin dengan binatang lain.
b.
Najis mukhaffafah, artinya najis ringan, yaitu air kencingnya bayi laki-laki
yang berumur kurang dari dua tahun dan belum makan atau minum kecuali air susu
ibu.
Kalau air kencing bayi
perempuan tergolong kepada najis mutawassithah.
c.
Najis mutawassithah, artinya najis sedang, yaitu semua najis yang tidak
tergolong mughaladhah dan mukhafafah, antara lain:
1)
Darah (termasuk darah manusia), nanah
dan sebagainya.
2)
Kotoran atau air kencing manusia atau
binatang, atau sesuatu yang keluar dari perut melalui jalan manapun termasuk
yang keluar melalui mulut (muntah).
3)
Bangkai binatang yaitu binatang yang mati
tidak dikarenakan disembelih secara islam, binatang yang tidak halal dimakan
meskipun disembelih, kecuali bangkai ikan dan belalang.
4)
Benda cair yang memabukkan.
5)
Air susu atau air mani binatang yang
tidak halal dimakan.
Cara menyucikan najis
hukmiyah,
yakni najis yang tidak memiliki bentuk (tubuh) yang dapat diraba, cara
menyucikannya adalah dengan mengalirkan air ke seluruh bagian yang terkena
najis tersebut. Sedangkan najis 'ainiyah, yakni najis yang
memiliki bentuk yang dapat dilihat dan diraba, maka cara menyucikannya adalah
dengan menghilangkan bendanya itu sendiri, jika masih tersisa warnanya setelah
digosok, maka dimaafkan. Demikian pula dimaafkan dengan bau yang masih tersisa,
jika memang sulit dihilangkan.
Bagi
orang yang dihinggapi sikap was-was, hendaklah ia mengetahui bahwa segala
sesuatu itu diciptakan dalam keadaan suci dengan penuh keyakinan. Jika tidak
nampak dan tidak diketahui dengan yakin dengan adanya najis, maka kerjakanlah
shalat .
Dari
Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu kencing
maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar
jangan cebok dengan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali
nafas".(HR. Muttafaq 'alaihi).
By : Ustadzah Ade
Maroji':
- Fiqh Sunnah; Syaikh Sayyid Sabiq.
- Fiqh Thaharah; Ahmad
Sarwat.
- Fiqh Wanita; Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah
0 komentar:
Posting Komentar