A. Pengertian Shalat
Secara
bahasa, shalat itu bermakna doa. Shalat dengan makna doa dicontohkan di dalam
Al-Quran Al-Karim pada ayat berikut ini.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan shalatlah (berdo'alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat
(do'a) kamu itu merupakan ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah : 103)
Dalam
ayat ini, shalat yang dimaksud sama sekali bukan dalam makna syariat, melainkan
dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa.
Adapun
makna menurut syariah, shalat didefinisikan sebagai : “serangkaian ucapan dan
gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam
sebagai sebuah ibadah ritual".
B. Waktu Pensyariatan
Sebelum
shalat lima waktu yang wajib disyariatkan, sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan para shahabat sudah melakukan ibadah shalat.
Pertama, sholat diwajibkan di malam hari,
disebutkan QS. Al-Muzammil ayat 1-19,
kemudian hukumnya menjadi sunnah pada
ayat ke-20nya. Yang kedua, ditambahkan
menjadi 3 waktu, sholat malam, sholat pagi dan petang, QS. Al-Insan ayat 25-26.
Hanya
saja ibadah shalat tersebut belum diwajibkan seperti shalat 5 waktu yang
diwajibkan atas setiap muslim sekarang ini.
Barulah
pada malam mi`raj disyariatkan shalat 5 kali dalam sehari semalam yang asalnya
50 kali. Persitiwa ini dicatat dalam sejarah terjadi pada tanggal 27 Rajab
tahun ke-5 sebelum peristiwa hijrah Nabi saw ke Madinah. Sebagaimana tertulis
dalam hadits nabawi berikut ini :
Dari
Anas bin Malik ra. "Telah difardhukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam shalat pada malam beliau diisra`kan 50 shalat. Kemudian dikurangi
hingga tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan ,"Wahai Muhammad, perkataan
itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama bagi mu dengan 50
kali shalat".(HR. Ahmad, An-Nasai dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
C. Dalil-dalil
Pensyariatan Shalat
Shalat
diwajibkan dengan dalil yang qath`i dari Al-Quran, As- Sunnah dan Ijma’ umat
Islam sepanjang zaman. Tidak ada yang menolak kewajiban shalat kecuali
orang-orang kafir atau zindiq. Sebab semua dalil yang ada menunjukkan kewajiban
shalat.
1- Dalil dari Al-Quran
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Quran Al-Kariim:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"...Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan
kepada-Nya dalam agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS.
Al-Bayyinah : 5)
فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." (QS. An-Nisa : 103)
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
"Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang- orang yang
ruku".(QS. Al-Baqarah : 43)
Dan
masih banyak lagi perintah di dalam kitabullah tercatat ada 12 perintah dalam
Al-Quran lafaz "aqiimush-sholaata" (أقيموا الصلاة) yang bermakna
"dirikanlah shalat" dengan fi`il Amr (kata perintah) dengan perintah
kepada orang banyak (khithabul jam`i). Yaitu pada surat :
-
Surat Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110
-
Surat An-Nisa ayat 177 dan 103
-
Surat Al-An`am ayat 72
-
Surat Yunus ayat 87
-
Surat Al-Hajj : 78
-
Surat An-Nuur ayat 56
-
Surat Luqman ayat 31
-
Surat Al-Mujadalah ayat 13
-
Surat Al-Muzzammil ayat 20.
Ada
5 perintah shalat dengan lafaz "aqimish-shalata" (أقم الصلاة) yang bermakna
"dirikanlah shalat" dengan khithab hanya kepada satu orang. Yaitu
pada :
-
Surat Huud ayat 114
-
Surat Al-Isra` ayat 78
-
Surat Thaha ayat 14
-
Surat Al-Ankabut ayat 45 - Surat Luqman ayat 17.
2- Dalil dari As-Sunnah
Di
dalam sunnah Raulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ada banyak sekali perintah
shalat sebagai dalil yang kuat dan qath`i tentang kewajiban shalat. Satu
diantaranya adalah hadits berikut ini :
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَحَجِّ الْبَيْتِ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari
Ibni Umar radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,"Islam didirikan di atas lima hal. Syahadat bahwa tiada
tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakan shalat,
menunaikan zakat, haji ke baitullah dan puasa di bulan Ramadhan". (HR.
Bukhari dan Muslim)
3- Dalil dari Ijma`
Bahwa
seluruh umat Islam sejak zaman nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hingga hari
ini telah bersepakat atas adanya kewajiban shalat dalam agama Islam. Lima kali
dalam sehari semalam.
Dengan
adanya dalil dari Quran, sunnah dan ijma` di atas, maka lengkaplah dalil
kewajiban shalat bagi seorang muslim. Maka mengingkari kewajiban shalat
termasuk keyakianan yang menyimpang dari ajaran Islam, bahkan bisa divonis
kafir bila meninggalkan shalat dengan meyakini tidak adanya kewajiban shalat.
D. Keutamaan dan Hikmah
Sholat
Diantara
keutamaan dan hikmah sholat yaitu:
1.
Sholat merupakan rukun Islam yang kedua dan merupakan rukun Islam yang
terpenting setelah dua kalimat syahadat, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ : عَلَى أَنْ يُوَحِّدَ اللهَ (وَ فِيْ رِوَايَةٍ عَلَى خَمْسٍ) شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ
“Islam
dibangun atas lima perkara yaitu mentauhidkan Allah, dalam riwayat lain :
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan
haji.” (HR. Bukhari I/12 no.8, dan Muslim I/45 no.19, dari Abdullah bin
Umar radhiyallahu anhuma)
2.
Sholat merupakan media penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى يُنَاجِي رَبَّهُ
“Sesungguhnya
seorang dari kamu jika sedang sholat, berarti ia sedang bermunajat
(berbisik-bisik) dengan Tuhannya”. (HR. Bukhari I/198 no.508, dari Anas
bin Malik radhiyallahu anhu)
3.
Sholat adalah penolong dalam segala urusan penting. sebagaimana firman Allah
ta’ala:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ
“Jadikanlah
sabar dan sholat sebagai penolongmu”. (QS. Al Baqarah : 45)
4.
Sholat adalah pencegah dari perbuatan maksiat dan kemungkaran, Sebagaimana
firman Allah ta’ala:
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Dan
dirikanlah sholat karena sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji
dan munkar”. (QS. Al Ankabut : 45)
5.
Sholat adalah cahaya bagi orang-orang yang beriman yang memancar dari dalam
hatinya dan menyinari ketika di padang Mahsyar pada hari kiamat, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
الصَّلاَةُ نُوْرٌ
“Sholat
adalah cahaya ”. (HR. Muslim I/203 no.223, dari Abu Malik Al-Asy’ari
radhiyallahu anhu)
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وََنجَاةً يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Barangsiapa
yang menjaga sholatnya niscaya ia kan menjadi cahaya, bukti dan penyelamat
(baginya) pada hari kiamat.” (HR. Ahmad II/169 no.6576, dan Ibnu Hibban
IV/329 no.1467, dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu)
6.
Sholat adalah kebahagiaan jiwa orang-orang yang beriman serta penyejuk hatinya,
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam:
جُعِلَتْ قُرَّةُ أَعْيُنِيْ فِي الصَّلاَةِ
“Dijadikan
penyejuk hatiku di dalam sholat”. (HR. Ahmad III/128 no.12315, 12316, dan
III/199 no.13079, dan Nasa’i VII/74 no.3950, dari Anas bin Malik
radhiyallahu anhu)
7.
Sholat adalah penghapus dosa-dosa dan pelebur segala kesalahan, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيْهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ ؟ قَالُوْا : لاَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَْءٌ .قَالَ : كَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ اْلخَطَايَا
“Apa
pendapat kalian jika di depan pintu seseorang di antara kalian terdapat sungai,
di dalamnya ia mandi lima kali sehari, apakah masih tersisa kotoran (di
badannya) meski sedikit ?” Para shahabat menjawab : “Tentu tidak tersisa
sedikit pun kotoran (di badannya)” Beliau berkata: “Demikian pula dengan sholat
lima waktu, dengan sholat itu Allah menghapus dosa-dosa”. (HR. Bukhari
I/197 no.505, dan Muslim I/462 no.667, dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu)
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَ رَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُمَا إِذَا اجْتُنِبَتِ اْلكَبَائِرُ
“Sholat
lima waktu dan dari Jum’at ke Jum’at dan dari Romadhon ke Romadhon, merupakan
pelebur (dosa kecil yang dilakukan) di antara keduanya, selama tidak melakukan
dosa-dosa besar”. (HR. Muslim I/209no.233, dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu)
8.
Sholat merupakan tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya maka ia telah
menegakkan agama, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
رَأْسُ اْلأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهَ الصَّلاَةُ وَذَرْوَةُ سَنَامِهَ الجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Pokok
dari perkara-perkara adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncak
tertingginya adalah jihad di jalan Allah”. (HR. AT-Tirmidzi no.2616, Ibnu
Majah II/1314 no.3973, dan Ahmad V/231 no.22069, dari Mu’adz bin
Jabal radhiyallahu 'anhu)
9.
Sholat merupakan pembeda antara orang yang beriman dengan orang yang kafir dan
musyrik, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ وَالشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Batas
pemisah antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan
sholat”. (HR. Muslim I/88 no.82, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu
anhu)
10.
Sholat merupakan sebaik-baik amalan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi
wasallam:
عِنْدَمَا سُئِلَ عَنْ أَيِّ اْلأَعْمَالِ أَفْضَلُ ؟ فَقَالَ : الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهاَ
Ketika
beliau ditanya tentang amalan apa yang paling utama, maka beliau menjawab :
“Sholat pada waktunya”. (HR. Bukhari I/197 no.504, dan Muslim I/89no.85,
dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu)
11.
Sholat adalah perkara pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) pada setiap
hamba, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
إنََّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ
“Sesungguhnya
perkara pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) dari amal perbuatan manusia
pada hari kiamat adalah masalah sholat ”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud
I/290 no.864, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu).
E. Waktu-waktu sholat dan
batasannya
Waktu-waktu
sholat dalam Al-Quran dan al-hadits:
1.
Waktu shalat zhuhur mulai tergelincirnya matahari -yaitu matahari yang telah
melintasi pertengahan langit- hingga tatkala bayangan segala sesuatu itu
menjadi sama panjang dengannya.
Diawali
dari bayangan ketika tergelincirnya matahari. Dan apabila panjang bayangan
sesuatu sudah sama, maka waktu Zhuhur telah habis.
Hadits
Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat ‘Abdullah bin
‘Amr radhiyallahu ‘anhu,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ...
“Waktu
Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah
tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum
masuk waktu ‘Ashar..” (HR. Muslim)
2.
Waktu shalat Ashar dimulai ketika keadaan bayangan sesuatu sama panjang
dengannnya, sampai saat matahari menguning atau memerah. Waktu ini bisa
memanjang sampai terbenam matahari karena dharuri (darurat),
bersadarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu `anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَ مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرِبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Barangsiapa
yang mendapati satu raka’at dari shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, maka
sungguh dia telah mendapati shalat Shubuh. Barangsiapa yang mendapati satu
raka’at dari shalt Ashar sebelum terbenamnya matahari, maka sungguh dia telah
mendapati shalat Ashar.” (Muttafaq `alaih)
3.
Waktu shalat Maghrib mulai dari terbenamnya matahari hingga hilangnya awan
merah.
Dalilnya
adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,
….وَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ…
“Waktu
sholat maghrib adalah selama belum hilang sinar merah ketika matahari
tenggelam” (HR. Muslim)
4.
Waktu shalat Isya’ mulai dari hilangnya awan merah di langit hingga tengah
malam, dan terdapat riwayat lain hingga dini hari yaitu sebelum terbit fajar,
uraiannya
-
Hingga tengah malam,
firman
Allah (yang artinya), “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir
sampai gelap malam,”Allah tidak mengatakan sampai terbit fajar. Demikian pula
waktu Isya’ berakhir sampai tengah malam sebagaimana dalam hadits Abdullah bin
Amr bin Ashradhiyallahu `anhuma.
…وَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ….
“..Waktu
sholat ‘isya’ adalah hingga setengah malam..”. (HR. Muslim)
-
Hingga datang fajar
Dari
Abi Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Tidaklah tidur itu menjadi tafrith, namun
tafrith
itu bagi orang yang belum shalat hingga datang waktu shalat berikutnya".
(HR. Muslim)
Sedangkan
waktu mukhtar (pilihan) dan utama untuk shalat `Isya` adalah sejak masuk waktu
hingga 1/3 malam atau tengah malam. Atas dasar hadits berikut ini:
Dari
Aisah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengakhirkan / menunda shalat Isya` hingga leat tengah malam, kemudian beliau
keluar dan melakukan shalat. Lantas beliau bersabda,"Seaungguhnya itu
adalah waktunya, seandainya aku tidak memberatkan umatku." (HR. Muslim)
Dari
Abi Bazrah Al-Aslami berkata,”Dan Rasulullah suka menunda shalat Isya’, tidak
suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya. (HR. Muttafaq
‘alaihi)
Dan
waktu Isya’ kadang-kadang, bila beliau shallallahu 'alaihi wasallam melihat
mereka (para shahabat) telah berkumpul, maka dipercepat. Namun bila beliau
melihat mereka berlambat-lambat, maka beliau undurkan. (HR. Bukhari Muslim)
5.
Waktu sholat shubuh
Para
ulama sepakat bahwa awal waktu sholat shubuh dimulai sejak terbitnya fajar
kedua/fajar shodiq.
Dan
akhir waktu sholat shubuh yaitu sejak terbitnya matahari.
Berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
وَقْتُ صَلاَةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوْعِ الْفَجْرِ مَالَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ.
“Waktu
shalat Shubuh dari terbitnya fajar hingga sebelum matahari terbit."(HR.
Muslim)
F. Waktu-waktu yang
diharamkan shalat
Ada
lima waktu dalam sehari semalam yang diharamkan untuk dilakukan shalat di
dalamnya. Tiga di antaranya terdapat dalam satu hadits yang sama, sedangkan
sisanya yang dua lagi berada di dalam hadits lainnya.
Dari
'Uqbah bin 'Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu berkata,"Ada tiga waktu
shalat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami untuk
melakukan shalat dan menguburkan orang yang meninggal di antara kami. [1]
Ketika matahari terbit hingga meninggi, [2] ketika matahari tepat berada di
tengah-tengah cakrawala hingga bergeser sedikit ke barat dan
[3]
berwarna matahari berwarna kekuningan saat menjelang terbenam." (HR.
Muslim)
Sedangkan
dua waktu lainnya terdapat di dalam satu hadits berikut ini :
Dari
Abi Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata,"Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Tidak ada shalat setelah shalat
shubuh hingga matahari terbit. Dan tidak ada shalat sesudah shalat Ashar hingga
matahari terbenam.(HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua
waktu ini hanya melarang orang untuk melakukan shalat saja, sedangkan masalah
menguburkan orang yang wafat, tidak termasuk larangan. Jadi boleh saja umat
Islam menguburkan jenazah saudaranya setelah shalat shubuh sebelum matahari
terbit, juga boleh menguburkan setelah shalat Ashar di sore hari.
Maka
kalau kedua hadits di atas kita simpulkan dan diurutkan, kita akan mendapatkan 5 waktu yang di dalamnya tidak
diperkenankan untuk melakukan shalat, yaitu :
a. Setelah shalat shubuh
hingga matahari agak meninggi.
Tingginya
matahari sebagaimana di sebutkan di dalam hadits Amru bin Abasah adalah
qaida-rumhin aw rumhaini. Maknanya adalah matahari terbit tapi baru saja muncul
dari balik horison setinggi satu tombak atau dua tombak. Dan panjang tombak itu
kira-kira 2,5 meter 7 dzira' (hasta). Atau 12 jengkal sebagaimana disebutkan
oleh mazhab Al-Malikiyah.
b. Waktu Istiwa`
Yaitu
ketika matahari tepat berada di atas langit atau di tengah- tengah cakrawala.
Maksudnya tepat di atas kepala kita. Tapi begitu posisi matahari sedikit
bergeser ke arah barat, maka sudah masuk waktu shalat Zhuhur dan boleh untuk
melakukan shalat sunnah atau wajib.
c. Saat Terbenam Matahari
Yaitu
saat-saat langit di ufuk barat mulai berwarna kekuningan yang menandakan sang
surya akan segera menghilang ditelan bumi. Begitu terbenam, maka masuklah waktu
Maghrib dan wajib untuk melakukan shalat Maghrib atau pun shalat sunnah
lainnya.
d. Setelah Shalat Shubuh
Hingga Matahari Terbit
Namun
hal ini dengan pengecualian untuk qadha' shalat sunnah fajar yang terlewat.
Yaitu saat seseorang yang terbiasa sholat sunnah fajar, terlewat tidak melakukannya, maka dibolehkan
atasnya untuk mengqadha'nya setelah shalat shubuh.
e. Setelah Melakukan
Shalat Ashar Hingga Matahari Terbenam.
Maksudnya
bila seseorang sudah melakukan shalat Ashar, maka haram baginya untuk melakukan
shalat lainnya hingga terbenam matahari, kecuali ada penyebab yang
mengharuskan. Namun bila dia belum shalat Ashar, wajib baginya untuk shalat
Ashar meski sudah hampir maghrib.
Sumber :
-Fiqh
sunnah Sayyid Sabiq
-Minhajul
Muslim
-Fiqh
sholat Ahmad Sarwat
-Fiqh
Wanita
-Al-Wafi
0 komentar:
Posting Komentar