Breaking News
Loading...
Selasa, 01 Maret 2016

KISAH SHOHABIYAT "UMMU SALAMAH"

Perjalanan kita dalam mengenal orang-orang terdekat Rasulullah SAW akan terus berlanjut, satu persatu akan kita kunjungi lewat Kisah Shohabiyah, perjuangan demi perjuangan mereka akan terus kita buka lagi lembaran-lembarannya. Kita akan terus buka lembaran cemerlang yang membuat hati kian beriman, yakin, bahagia dan menyemburatkan kekaguman.

Hari ini, kita coba mengetuk pintu rumah Sayyidah nan cantik jelita namun penyayang, beliau adalah Hindun bintu Abi Umayyah bin Al-Mughirah bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah Al-Qurasyiyyah Al-Makhzumiyyah.  Hindun tumbuh berkembang ditengah keluarga bangsawan, didalam dirinya menyatu dua sifat yang mulia yaitu murah hati dan berani, ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras. Dia seorang istri yang penuh cinta bagi suaminya, Abu Salamah ‘Abdullah bin ‘Abdil Asad bin Hilal bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah bin Ka’b Al-Makhzumi radhiyallahu ‘anhu. Dalam beratnya cobaan dan gangguan, mereka meninggalkan negeri Makkah menuju Habasyah untuk berhijrah, membawa keimanan. Di negeri inilah Ummu Salamah ra. melahirkan anak-anaknya, Salamah, ‘Umar, Durrah dan Zainab. Semenjak melahirkan Salamah, maka Hindun dikenal dengan sebutan Ummu Salamah.

Ummu Salamah adalah wanita yang Hijrah dua kali, yang pertama ke Habasyah dan yang kedua ke Madinah. Selang beberapa lama di Madinah, seruan perang Badr bergema. Abu Salamah ra masuk dalam barisan para shahabat yang terjun dalam kancah pertempuran. Begitu pula ketika perang Uhud berkobar, Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu ada di sana, hingga mendapatkan luka-luka. Tak lama Ummu Salama ra berdampingan dengan kekasihnya, karena Abu Salamah harus kembali ke hadapan Rabb-nya akibat luka-luka yang dideritanya. Ummu Salamah melepas kepergian Abu Salamah pada bulan Jumadits Tsaniyah tahun keempat Hijriyah dengan pilu. Dia mengatakan, “Siapakah yang lebih baik bagiku daripada Abu Salamah?” Jauh hari sebelum Abu Salamah tiada. Kala itu, Ummu Salamah berkata kepada suaminya, “Aku telah mendengar bahwa seorang wanita yang suaminya tiada, dan suaminya itu termasuk ahli surga, kemudian dia tidak menikah lagi sepeninggalnya, Allah mengumpulkan mereka berdua di surga. Mari kita saling berjanji agar engkau tidak menikah lagi sepeninggalku dan aku tidak akan menikah lagi sepeninggalmu.” Mendengar perkataan istrinya, Abu Salamah mengatakan, “Apakah engkau mau taat kepadaku?” Kata Ummu Salamah, “Ya.” Abu Salamah berkata lagi, “Kalau aku kelak tiada, menikahlah! Ya Allah, berikan pada Ummu Salamah sepeninggalku nanti seseorang yang lebih baik dariku, yang tidak akan membuatnya berduka dan tidak akan menyakitinya.”

Waktu terus berjalan. Ummu Salamah ra pun telah melalui masa ‘iddahnya sepeninggal Abu Salamah. Datang seorang yang paling mulia setelah Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra untuk meminang Ummu Salamah. Namun Ummu Salamah menolaknya. Setelah itu, datang pula Umar ibnul Khathab ra, menawarkan pinangan pula ke hadapan Ummu Salamah. Kembali Ummu Salamah menyatakan penolakannya. Ternyata Allah SWT hendak menganugerahkan sesuatu yang lebih besar daripada itu semua. Datanglah Rasulullah SAW kepada Ummu Salamah ra, membuka pintu baginya untuk memasuki rumah tangga nubuwwah. Ummu Salamah ra menjawab tawaran itu, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang sudah cukup berumur, dan aku memiliki anak-anak yatim, lagi pula aku wanita yang sangat pencemburu.” Dari balik tabir, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menanggapi, “Adapun masalah umur, sesungguhnya aku lebih tua darimu. Adapun anak-anak, maka Allah akan mencukupinya. Sedangkan kecemburuanmu, maka aku akan berdoa kepada Allah agar Allah menghilangkannya.” Tak ada lagi yang memberatkan langkah Ummu Salamah ra untuk menyambut uluran tangan Rasulullah SAW. Bulan Syawal tahun keempat setelah hijrah adalah saat-saat yang indah bagi Ummu Salamah ra, mengawali hidupnya di samping seorang yang paling mulia, Rasulullah SAW. Selanjutnya Hindun binti Abu Umayyah menjadi Ummul mukminin. Beliau hidup dalam rumah tangga nubuwwah yang telah ditakdirkan untuknya dan merupakan suatu kedudukan yang beliau harapkan. Beliau menjaga kasih sayang dan kesatuan hati bersama istri-istri Nabi lainnya. Rasulullah Saw pun memuliakannya dengan biasa mengunjunginya pertama kali sehabis beliau menunaikan Shalat Ashar, sebelum mengunjungi istri-istrinya yang lain.

Banyak rentetan peristiwa dilaluinya bersama beliau. Salah satu yang dialaminya adalah Perjanjian Hudaibiyah. Kala itu, pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam setelah hijrah, Rasulullah SAW bersama seribu empat ratus orang muslimin ingin menunaikan umroh di Makkah sembari melihat kembali tanah air mereka yang sekian lama ditinggalkan. Namun setiba beliau dan para shahabat di Dzul Hulaifah untuk berihram dan memberi tanda hewan sembelihan, kaum musyrikin Quraisy menghalangi kaum muslimin. Dari peristiwa ini tercetuslah perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian itu di antaranya berisi larangan bagi kaum muslimin memasuki Makkah hingga tahun depan. Betapa kecewanya para shahabat saat itu, karena mereka urung memasuki Makkah.

Usai menyelesaikan penulisan perjanjian itu,  SAW pun memerintahkan kepada para shahabat, “Bangkitlah, sembelihlah hewan kalian, kemudian bercukurlah!” Namun tak satu pun dari mereka yang bangkit. Rasulullah SAW mengulangi perintahnya hingga ketiga kalinya, namun tetap tak ada satu pun yang beranjak. Kemudian Rasulullah SAW menemui Ummu Salamah ra dan menceritakan apa yang terjadi. Ummu Salamah pun memberikan gagasan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin agar mereka melakukannya? Bangkitlah, jangan berbicara pada siapa pun hingga engkau menyembelih hewan dan memanggil seseorang untuk mencukur rambutmu.”

Rasulullah SAW berdiri, kemudian segera melaksanakan usulan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Seketika itu juga, para sahabat yang melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyembelih hewannya dan menyuruh seseorang untuk mencukur rambutnya serta merta bangkit untuk memotong hewan sembelihan mereka dan saling mencukur rambut, hingga seakan-akan mereka akan saling membunuh karena riuhnya.

Semenjak bersama Abu Salamah ra, Ummu Salamah ra meraup banyak ilmu. Terlebih lagi setelah berada dalam naungan Rasulullah SAW, di bawah bimbingan nubuwwah, Ummu Salamah mendulang ilmu. Juga dari putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Fathimah ra. Ummu Salamah menyampaikan apa yang ada pada dirinya hingga bertaburanlah riwayat dari dirinya. Tercatat deretan panjang nama-nama ulama besar dari generasi pendahulu yang mengambil ilmu darinya. Dia termasuk fuqaha dari kalangan shahabiyah.

Ummu Salamah adalah sosok yang penyayang, menyayangi siapa pun yang berada di sekitarnya, ia ingin selalu menyampaikan kabar gembira untuk membahagiakan hati setiap orang.

Ummu Salamah mempunyai beberapa keistimewaan diantaranya :

1. Ummu Salamah adalah ‘Zaadur Rabki’. Ummu Salamah adalah wanita yang dermawan. 
2. Ummu Salamah adalah muhajir wanita pertama. “Orang yang pertama kali hijrah dari kalangan wanita adalah Ummu Salamah.”(HR. Imam Muslim)
3. Ummu Salamah istri penuh cinta.
4. Rasulullah melamar Ummu Salamah berkali-kali.
5. Ummu Salamah mendapat jatah giliran yang pertama.
6. Ummu Salamah Menguatkan Rasulullah di Al-Hudaibiyah.
7. Memiliki akal yang cerdas.
8. Mendapat pujian Rasulullah.
9. Jibril mendatangi Rasulullah saat bersamaa Ummi Salamah.
10.     Rasulullah menciumnya saat berpuasa.

Ummu Salamah telah menyertai Rasulullah SAW di banyak peperangan, yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Makkah, pengepungan Tha’if, peperangan Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada’.

 Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia ia senantiasa mengenang beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau senantiasa banyak melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta meriwayatkan hadis yang berasal dari Rasulullah SAW. Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan. Ummu Salamah meninggal di usia 84 tahun. Tatkala tiba bulan Dzulqaidah tahun 59 setelah hijriyah, ruhnya menghadap Sang Pencipta. Beliau wafat setelah memberikan contoh kepada wanita dalam hal kesetiaan, jihad dan kesabaran. Ia meninggal dunia setelah hidup dengan aktivitas yang dipenuhi oleh pengorbanan, jihad, dan kesabaran di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Beliau  dikuburkan di al-Baqi’ di samping kuburan Ummahatul-Mukminin lainnya.


Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Ummu Salamah dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Aamiin.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer