Breaking News
Loading...
Selasa, 01 Maret 2016

KEIKHLASAN NIAT DALAM BERAMAL

Allah swt berfirman, 

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَة

" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus" (Terjemah Surat Al- Bayyinah Ayat 5 )

Dalam surat Al Bayyinah tersebut jika kita renungkan dan tadaburi maknanya, kita akan mendapatkan sebuah seruan yang telah Allah sampaikan, yakni begitu pentingnya sebuah makna ke-Ikhlasan dalam menjalankan amal ibadah, baikkah itu sholat, puasa, haji, mencari ilmu, shodaqoh, berbakti kepada org tua, membantu org lain & amalan-amalan lainya.

Maknanya ialah diperlukan kemurnian secara  totalitas dalam menjalankan setiap perintah tersebut, hanya semata mata karena Allah semata, bukan karena lainnya.

Syaikh Sholih Utsaimin berkata dlm Kitab Syarah Riyadusholihin,

ويجب على الإنسان أن يخلص النّية لله في جميع عباداته، وأن لا ينوي بعبادته إلا وجه الله والدار الآخرة

Wajib bagi seorang insan untuk memurnikan/ikhlaskan  niat karena Allah dalam semua 'amal ibadahnya, dan terlarang bagi manusia berniat dalam ibadahnya kecuali niat tersebut hanya karena mengharapkan wajah Allah dan orientasi Akhirat" (Syarah Riyadushalihin jilid I hal 9).

MAKNA IKHLAS

Ikhlas secara bahasa ialah bersih dari kotoran.

Secara luas makna ikhlas ialah menginginkan keridhaan Allah dgn melakukan amal dan membersihkan Amal dari berbagai debu duniawi.  Dengan demikian amalnya tidak tercampuri oleh keinginan-keinginan jiwa yang bersifat sementara, seperti menginginkan keuntungan materi, kedudukan, harta, ketenaran, tempat di hati manusia, pujian dari mereka, menghindari cercaan mereka, mengikuti bisikan nafsu, atau ambisi-ambisi lainnya yang melakukan amal bukan karena Allah. (Kitab Nadzorot Risalah Ta'alim Hal.128)

Dari pengertian di atas kita selayaknya hanya mengorientasikan perkataan, perbuatan dan amal hanya karena Allah ' Azza wajalla dengan mengharapkan keridhoan-Nya, tanpa memperhatikan keuntungan materi, prestise, popularitas, pangkat, gelar, kemajuan atau kemunduran. Sehingga dengan begitu kita menjadi hamba Allah yang "mukhlisun Lahuddiin" yakni hanya karena Nya semua ketaatan amal ibadah yang kita jalankan.

Ikhlas tergolong merupakan salah satu bentuk tauhid, yakni Tauhid Uluhiyyah, yaitu, mengesakan Allah dlm setiap ibadah hanya kepada Nya, dalam kecintaan, khouf, raja' (harap), tawakal, roghbah (permohonan dengan kesungguhan), rohbah (perasaan cemas), serta memurnikan ibadah seluruhnya. baik yang lahir ataupun yang bathin hanya bagi Allah semata, tiada sekutu baginya.

Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman, seorang bisa dianggap beragama tidak sempurna jika tidak ikhlas.

Allah taala berfirman: 

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

"katakanlah sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam" 
(terjemah Quran Surat Al-An'am ayat 162).

BUTUH PERJUANGAN/MUJAHADAH  UNTUK MEWUJUDKAN IKHLAS.

Mewujudkan ikhlas bukanlah pekerjaan yang mudah, sebagaimana anggapan sebagian orang, tapi ia membutuhkan kesungguhan, kesabaran, mujahadah yang tidak kenal lelah. Sebagaimana para ulama yang telah meniti jalan kepada Allah menjelaskan beratnya mewujudkan ikhlas di dalam qolb/hati kecuali orang-orang yang telah Allah beri taufiq dalam menggapainya.

Imam Sufyan Tsauri berkata, "Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat dari pada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak balik pada diriku." (Al majmu' Syarhul Muhadzdzab ( I/ 17).

Karena itu Rasullah صلى الله عليه و سلم berdoa,

يا مقلب القلوب ، ثبت قلبي على دينك.

"Ya Allah yang membolak balikkan hati, teguhkanlah hati ku pada AgamaMu".

Yahya bin Abi katsir berkata, " Belajarlah niat, karena niat lebih penting dari pada amal" (Jami'ul Ulum wal  hikam I/70).

Pernah ada yang bertanya kepada Suhail, "Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia? Ia menjawab, IKHLAS, karena sebab nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas" (Jami'ul Ulum wal hikam I/70).

Mutharif bin Abdullah berkata, "Kebaikan hati tergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal tergantung pada kebaikan hati" (Madariju salikin II/96)

Perkataan para ulama di atas adalah gambaran bagi kita dalam beratnya menjernihkan hati untuk ikhlas beribadah. Sehingga setiap amalan ibadah yang kita lakukan semua terpokok pada dari apa yang kita niatkan, jika benar niat kita maka selamatnya amalan kita, jika sebaliknya maka rugilah kita.

Bahkan Rasullah صلى الله عليه و سلم bersabda, bahwa sebuah amalan itu amat sangat tergantung dari apa yang kita niatkan dlm beribadah: 

Rasullah صلى الله عليه و سلم bersabda,

إنما الأعمال با النيات و إنما لكل امرئٍ ما نوا

" sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dengan niatnya, sesungguhnya seseorang akan di balas berdasarkan niatnya" (HR Bukhari dan Muslim ), "potongan hadits dr kitab Hdts Arbain An-Nawawiyah.

IKHLAS ADALAH SYARAT DI TERIMANYA AMAL.

Rasullah صلى الله عليه و سلم bersabda,

إن الله لا يقبل من العمل إلا ما كان له خالصًا و ابتغى به وجهه

"Sesungguhnya Allah Azzawajalla tidak menerima amal perbuatan kecuali yang ikhlas, dan di maksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah (HR An-Nasai VI/25)

Dalam hadits di atas Rasullah صلى الله عليه و سلم menyebutkan bahwa ikhlas adalah merupakan syarat suatu amalan apakah diterima atau tidaknya.

Di jelaskan bahwa syarat suatu ibadah dapat di terima ialah: 

1. Ke-Ikhlasan dan lurusnya niat.
2. Ittiba' Rasul صلى الله عليه و سلم (sesuai sunnah dan syariat)

Tentang syarat yang pertama Rasullah صلى الله عليه و سلم bersabda,

إنما الأعمال با النيا ت و إنما لكل امرئٍ ما نوا

"Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dengan niatnya, sesungguhnya seseorang akan di balas berdasarkan niatnya" (Fathul Bari 1/15 No.1),

Sedangkan syarat kedua Rasullah صلى الله عليه و سلم bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

"Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan agama kami, yang tidak ada asalnya maka perkara tersebut tertolak" (HR Bukhori No.20 dan Muslim No.1718)

Dengan penjelasan tersebut dapat difahami bahwa setiap amal yang kita lakukan tidak cukup dari keikhlasan dalam melakukannya, tapi juga harus sesuai dengan tuntunan dan contoh yang ada dari Rasullah صلى الله عليه و سلم (syariat), begitu juga sebaliknya setiap amal yang dilakukan tidak akan diterima kecuali dilakukan dengan ikhlas dan hanya mengharapkan keridhoan Allah Azza Wajalla

Oleh karena itu ada baiknya kita terus bermujahadah dalam mempelajari ilmu, hadir pada halaqoh/majelis ilmu yang ada, bertalaqqi dengan para Asatidz dan Masyaikh sehingga kita memahami Dien ini lebih secara benar, sesuai pemahaman Rasulullah صلى الله عليه و سلم dan para Sahabat رضي الله عنهم...

Sebagai pesan "ikhtitam" (penyempurna) dlm makalah yang singkat ini, berhati-hatilah kita pada ketenaran serta keharuman nama, karena dengan ketenaran tersebut dapat membahayakan pemilik amal menjadi rusak atau berbelok dari mengharapkan Ridho Allah Azzawajalla.

Hal inilah yang menyebabkan para ulama salaf dan orang-orang shaleh sebelum kita takut akan ketenaran, tipuan pangkat serta keharuman nama, dan juga mereka memperingatkan murid-muridnya dari hal-hal tersebut.

Ibnu masud berkata, "Jadilah kalian sumber mata air ilmu, cahaya petunjuk, yang menetap di rumah-rumah, pelita di waktu malam yang hatinya selalu baru, dan jadilah kalian orang-orang yang dikenal penduduk langit tetapi tersembunyi dari penduduk bumi"

Fudhail Bin Iyadh berkata, "Bila kamu mampu menjadi orang tidak dikenal maka lakukanlah, sebab apa kerugianmu bila tidak dikenal? Apa kerugianmu bila tidak dipuji? Dan apa kerugianmu bila kamu menjadi orang yang tercela di hadapan manusia, tetapi terpuji di hadapan Allah" (Nadzorot Risalah Taalim Hal 130).

Untuk itu teruslah kita bermujahadah/bersungguh-sungguh dalam memperbaiki setiap amalan yang kita lakukan, evaluasi, intropeksi diri, renungilah, baik pada setiap awal hendak memulai melakukan kebaikan, atau pertengahannya dalam beramal, dan akhir dalam mengerjakan tersebut, sehingga dengan begitu kita sudah berusaha menjaga amal sholih kita. Sehingga lelah letih, dan kepayahan serta kesabaran yang kita laukan dalam beramal mampu membawa kita menggapai keridhoan Allah azza wajalla.

Berhati-hatilah terhadap tipu daya syaithan, yang menyebabkan amalan-amalan kita tertolak karena tidak ikhlas/mengharapkan pujian makhluk atau hancur amalan kita karena 'Ujub (merasa takjub dg kesholihan pribadi sendiri dan bangga dengan amalan yang dilakukan) wal iyyaadzu billah.

وَ اللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب

أبو داود الخطاب.

اللهم صلى على نبينا محمد و على آله و اصحابه و سلم... 

اخير الدعو انا، عن الحمد لله رب العالمين 

Ustadz Suhendi, Al Hafidz

Maraji: 
- Kitab syarah Riyadushalihin jilid I Imam Nawawi ( syarah: Syaikh Utsaimin) 
- Tafsir Ibnu Katsir ( tahqiq)
- Kitab Nadzorot Risalah taalim ( Muh Abd Al Khatib )
- Kitab Tauhid Syaikh Sholih Fauzan - Maqolah Ust. Abd Qodir  

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer