Perjalanan
kita dalam mengenal orang-orang terdekat Rasulullah SAW akan terus berlanjut, satu
persatu akan kita kunjungi lewat Kisah Shohabiyah, perjuangan demi perjuangan
mereka akan terus kita buka lagi lembaran-lembarannya. Kita akan terus buka
lembaran cemerlang yang membuat hati kian beriman, yakin, bahagia dan
menyemburatkan kekaguman.
Hari
ini, kita coba mengetuk pintu rumah Sayyidah nan cantik jelita namun penyayang,
beliau adalah Hindun bintu Abi Umayyah bin Al-Mughirah bin ‘Abdillah bin ‘Umar
bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah Al-Qurasyiyyah Al-Makhzumiyyah. Hindun tumbuh berkembang ditengah keluarga
bangsawan, didalam dirinya menyatu dua sifat yang mulia yaitu murah hati dan
berani, ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya,
Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu
para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam
perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu
dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah
bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras. Dia seorang istri yang
penuh cinta bagi suaminya, Abu Salamah ‘Abdullah bin ‘Abdil Asad bin Hilal bin
‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah bin Ka’b Al-Makhzumi
radhiyallahu ‘anhu. Dalam beratnya cobaan dan gangguan, mereka meninggalkan
negeri Makkah menuju Habasyah untuk berhijrah, membawa keimanan. Di negeri
inilah Ummu Salamah ra. melahirkan anak-anaknya, Salamah, ‘Umar, Durrah dan
Zainab. Semenjak melahirkan Salamah, maka Hindun dikenal dengan sebutan Ummu
Salamah.
Ummu
Salamah adalah wanita yang Hijrah dua kali, yang pertama ke Habasyah dan yang
kedua ke Madinah. Selang beberapa lama di Madinah, seruan perang Badr bergema.
Abu Salamah ra masuk dalam barisan para shahabat yang terjun dalam kancah
pertempuran. Begitu pula ketika perang Uhud berkobar, Abu Salamah radhiyallahu
‘anhu ada di sana, hingga mendapatkan luka-luka. Tak lama Ummu Salama ra
berdampingan dengan kekasihnya, karena Abu Salamah harus kembali ke hadapan
Rabb-nya akibat luka-luka yang dideritanya. Ummu Salamah melepas kepergian Abu
Salamah pada bulan Jumadits Tsaniyah tahun keempat Hijriyah dengan pilu. Dia
mengatakan, “Siapakah yang lebih baik bagiku daripada Abu Salamah?” Jauh hari
sebelum Abu Salamah tiada. Kala itu, Ummu Salamah berkata kepada suaminya, “Aku
telah mendengar bahwa seorang wanita yang suaminya tiada, dan suaminya itu
termasuk ahli surga, kemudian dia tidak menikah lagi sepeninggalnya, Allah
mengumpulkan mereka berdua di surga. Mari kita saling berjanji agar engkau tidak
menikah lagi sepeninggalku dan aku tidak akan menikah lagi sepeninggalmu.”
Mendengar perkataan istrinya, Abu Salamah mengatakan, “Apakah engkau mau taat
kepadaku?” Kata Ummu Salamah, “Ya.” Abu Salamah berkata lagi, “Kalau aku kelak
tiada, menikahlah! Ya Allah, berikan pada Ummu Salamah sepeninggalku nanti
seseorang yang lebih baik dariku, yang tidak akan membuatnya berduka dan tidak
akan menyakitinya.”
Waktu
terus berjalan. Ummu Salamah ra pun telah melalui masa ‘iddahnya sepeninggal
Abu Salamah. Datang seorang yang paling mulia setelah Rasulullah SAW, Abu Bakar
Ash-Shiddiq ra untuk meminang Ummu Salamah. Namun Ummu Salamah menolaknya.
Setelah itu, datang pula Umar ibnul Khathab ra, menawarkan pinangan pula ke
hadapan Ummu Salamah. Kembali Ummu Salamah menyatakan penolakannya. Ternyata
Allah SWT hendak menganugerahkan sesuatu yang lebih besar daripada itu semua.
Datanglah Rasulullah SAW kepada Ummu Salamah ra, membuka pintu baginya untuk
memasuki rumah tangga nubuwwah. Ummu Salamah ra menjawab tawaran itu, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang sudah cukup berumur, dan aku
memiliki anak-anak yatim, lagi pula aku wanita yang sangat pencemburu.” Dari
balik tabir, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menanggapi, “Adapun
masalah umur, sesungguhnya aku lebih tua darimu. Adapun anak-anak, maka Allah
akan mencukupinya. Sedangkan kecemburuanmu, maka aku akan berdoa kepada Allah
agar Allah menghilangkannya.” Tak ada lagi yang memberatkan langkah Ummu
Salamah ra untuk menyambut uluran tangan Rasulullah SAW. Bulan Syawal tahun
keempat setelah hijrah adalah saat-saat yang indah bagi Ummu Salamah ra,
mengawali hidupnya di samping seorang yang paling mulia, Rasulullah SAW.
Selanjutnya Hindun binti Abu Umayyah menjadi Ummul mukminin. Beliau hidup dalam
rumah tangga nubuwwah yang telah ditakdirkan untuknya dan merupakan suatu
kedudukan yang beliau harapkan. Beliau menjaga kasih sayang dan kesatuan hati
bersama istri-istri Nabi lainnya. Rasulullah Saw pun memuliakannya dengan biasa
mengunjunginya pertama kali sehabis beliau menunaikan Shalat Ashar, sebelum
mengunjungi istri-istrinya yang lain.
Banyak
rentetan peristiwa dilaluinya bersama beliau. Salah satu yang dialaminya adalah
Perjanjian Hudaibiyah. Kala itu, pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam setelah
hijrah, Rasulullah SAW bersama seribu empat ratus orang muslimin ingin
menunaikan umroh di Makkah sembari melihat kembali tanah air mereka yang sekian
lama ditinggalkan. Namun setiba beliau dan para shahabat di Dzul Hulaifah untuk
berihram dan memberi tanda hewan sembelihan, kaum musyrikin Quraisy menghalangi
kaum muslimin. Dari peristiwa ini tercetuslah perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian
itu di antaranya berisi larangan bagi kaum muslimin memasuki Makkah hingga
tahun depan. Betapa kecewanya para shahabat saat itu, karena mereka urung
memasuki Makkah.
Usai
menyelesaikan penulisan perjanjian itu,
SAW pun memerintahkan kepada para shahabat, “Bangkitlah, sembelihlah
hewan kalian, kemudian bercukurlah!” Namun tak satu pun dari mereka yang
bangkit. Rasulullah SAW mengulangi perintahnya hingga ketiga kalinya, namun
tetap tak ada satu pun yang beranjak. Kemudian Rasulullah SAW menemui Ummu
Salamah ra dan menceritakan apa yang terjadi. Ummu Salamah pun memberikan
gagasan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin agar mereka
melakukannya? Bangkitlah, jangan berbicara pada siapa pun hingga engkau
menyembelih hewan dan memanggil seseorang untuk mencukur rambutmu.”
Rasulullah
SAW berdiri, kemudian segera melaksanakan usulan Ummu Salamah radhiyallahu
‘anha. Seketika itu juga, para sahabat yang melihat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam menyembelih hewannya dan menyuruh seseorang untuk mencukur
rambutnya serta merta bangkit untuk memotong hewan sembelihan mereka dan saling
mencukur rambut, hingga seakan-akan mereka akan saling membunuh karena riuhnya.
Semenjak
bersama Abu Salamah ra, Ummu Salamah ra meraup banyak ilmu. Terlebih lagi
setelah berada dalam naungan Rasulullah SAW, di bawah bimbingan nubuwwah, Ummu
Salamah mendulang ilmu. Juga dari putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, Fathimah ra. Ummu Salamah menyampaikan apa yang ada pada dirinya
hingga bertaburanlah riwayat dari dirinya. Tercatat deretan panjang nama-nama
ulama besar dari generasi pendahulu yang mengambil ilmu darinya. Dia termasuk
fuqaha dari kalangan shahabiyah.
Ummu
Salamah adalah sosok yang penyayang, menyayangi siapa pun yang berada di
sekitarnya, ia ingin selalu menyampaikan kabar gembira untuk membahagiakan hati
setiap orang.
Ummu
Salamah mempunyai beberapa keistimewaan diantaranya :
1.
Ummu Salamah adalah ‘Zaadur Rabki’. Ummu Salamah adalah wanita yang
dermawan.
2. Ummu Salamah adalah
muhajir wanita pertama. “Orang yang pertama kali hijrah dari kalangan wanita
adalah Ummu Salamah.”(HR. Imam Muslim)
3.
Ummu Salamah istri penuh cinta.
4.
Rasulullah melamar Ummu Salamah berkali-kali.
5.
Ummu Salamah mendapat jatah giliran yang pertama.
6.
Ummu Salamah Menguatkan Rasulullah di Al-Hudaibiyah.
7.
Memiliki akal yang cerdas.
8.
Mendapat pujian Rasulullah.
9.
Jibril mendatangi Rasulullah saat bersamaa Ummi Salamah.
10. Rasulullah menciumnya saat berpuasa.
Ummu
Salamah telah menyertai Rasulullah SAW di banyak peperangan, yaitu peperangan
Khaibar, Pembebasan Makkah, pengepungan Tha’if, peperangan Hawazin, Tsaqif
kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada’.
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia ia
senantiasa mengenang beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau
senantiasa banyak melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta
meriwayatkan hadis yang berasal dari Rasulullah SAW. Ummu Salamah adalah
seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta
memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan. Ummu Salamah
meninggal di usia 84 tahun. Tatkala tiba bulan Dzulqaidah tahun 59 setelah
hijriyah, ruhnya menghadap Sang Pencipta. Beliau wafat setelah memberikan
contoh kepada wanita dalam hal kesetiaan, jihad dan kesabaran. Ia meninggal
dunia setelah hidup dengan aktivitas yang dipenuhi oleh pengorbanan, jihad, dan
kesabaran di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Beliau dikuburkan di al-Baqi’ di samping kuburan
Ummahatul-Mukminin lainnya.
Semoga
rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Ummu Salamah dan semoga Allah
memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar