Ketika
Madinah terjadi gerhana matahari, ketahuilah bahwa Rasulullah merasa takut dan
segera mengajak umat Islam untuk shalat di mesjid. Meskipun beliau adalah manusia yang paling
mengetahui segala sesuatunya [ lewat ijin Allah ] tapi Rasulullah tidak
menunjukkan sikap yang tenang ketika terjadi gerhana.
Sebaliknya,
Rasulullah malah waspada. Beliau takut
dan khawatir akan terjadi kiamat.
Lihatlah,
sungguh berbeda dengan sikap umat [ Islam ] sekarang ini. Merasa teknologi sudah demikian canggihnya,
sehingga menganggap peristitwa gerhana [ matahari atau bulan ] adalah sebuah
peristiwa alam ‘biasa’ yang tidak perlu disikapi apapun. Jika Rasulullah takut, umatnya malah
gembira. Jika Rasulullah waspada,
umatnya malah sibuk berencana foto selfie.
Jika Rasulullah khawatir akan terjadi kiamat, umatnya malah larut dalam
rencana pesta gemerlap.
Astagfirullah.
Akan
jadi apakah umat ini jika sikap Rasulullah tidak menjadi teladan bagi
kita? Janganlah kita merasa sok lebih
pintar, sok lebih hebat, lebih canggih ketimbang jaman Rasulullah.
Meskipun
jaman Rasulullah belum ada satelit luar angkasa, belum ada teropong bintang,
bahkan belum ada mobil. Tapi ketahuilah,
ilmu yang dimiliki Rasululah adalah yang paling luas, dalam dan lengkap yang
pernah dimiliki oleh manusia.
Kita
hanya tahu peristiwa gerhana matahari hanya dalam perspektif ilmu
pengetahuan. Tapi apa kandungan
peristiwa dibalik semua itu, kita buta sama sekali. Kita tidak punya ilmu sedikitpun untuk
menyingkap tabir dibalik peristiwa gerhana yang terjadi di tahun 2016 ini. Mengapa gerhana tidak terjadi tahun
sebelumnya, atau mengapa tidak 4 tahun lagi ?
Jawabannya
bukan hanya persoalan science. Tapi
sesungguhnya ada sesuatu yang menyelimuti hal itu, yang tidak kita
ketahui. Ada ‘suatu pesan’ yang hendak disampaikan Allah Ta’ala dari
peristiwa gerhana ini.
Sesuatu
yang menyelimuti itulah yang diketahui oleh Rasulullah, sehingga beliau merasa
khawatir, takut dan waspada. Dan sebagai
solusi dari ketakutan beliau, Rasulullah melakukan shalat kusuf,
Sungguh,
Nabi Takut Akan Gerhana
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
Abu
Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari
pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut
karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid
kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama.
Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”
Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda
tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi
karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian
untuk menakuti hamba hambaNya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana
tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdoa dan memohon ampun kepada
Allah.”
An
Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi
wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan
dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana
tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda tanda kiamat seperti
terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana
tersebut merupakan sebagian tanda kiamat.
Hendaknya
seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita
semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang
paling dicintai Allah.
Lalu
mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja,
mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan
mungkin diisi dengan berbuat maksiat.
Siapa
yang tahu peristiwa ini ternyata adalah tanda datangnya bencana atau adzab
? Atau tanda semakin dekatnya hari
kiamat, misalnya dengan semakin lemahnya tembok yang mengukung Ya’juj dan
Ma’juj ? Atau akan semakin keringlah
sungai Eufrat di Iraq ?
Sesungguhnyam,
ada ‘pesan’ apakah yang hendak disampaikan Allah Ta’ala dari peristiwa gerhana
ini ?
Tidak
patutlah umat Nabi Muhammad menyambut gerhana [ matahari atau bulan ] dengan
suka cita. Karena tuntunan Rasulullah
menyuruh kita untuk menghadapi gerhana dengan mempertebal keimanan, dan terus
menerus berzikir mengingat Allah. Kita
tidak tahu bencana apa sesungguhnya yang tengah menanti kita, tapi kita
pasrahkan semuanya kepada Allah Ta’la.
Perbanyaklah
dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya. Dan bukannya malah berpikir untuk foto selfie
atau mengagumi peristiwa gerhana itu sendiri.
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah.
Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang.
Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah,
kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
#BelajarShirah #NabiMuhammadDotInfo
Wallahu
a’lam bishowab
0 komentar:
Posting Komentar