Senin, 29 Februari 2016

Menristekdikti : Tutup Perguruan Tinggi yang Suka “Bermain”

Jakarta – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menghadiri Rapat Kerja Nasional III Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) di Universitas Yarsi Cempaka Putih (25/2/2016). Rakernas ABPPTSI III tersebut juga dihadiri oleh Ketua Umum  ABPPTSI Thomas Suyatno, Ketua Yayasan Yarsi Jurnalis Udin, Ketua Dewan Pertimbangan ABPPTSI Djoko Santoso, Ketua Umum Forum Rektor ABPPTSI Budi Jatmiko, dan Rektor PTS Indonesia.

Menteri Nasir mengingatkan Perguruan Tinggi yang sedang konflik, “Semua ijin yang dikeluarkan dari kementerian itu dijadikan dasar pemikiran utama, jangan bermain dalam hal ini. Jika melakukan hal itu maka kita tutup”. Menteri Nasir akan secara tegas menindak perguruan tinggi yang suka “bermain”, seperti mengeluarkan ijazah palsu. Saat ini pembinaan PTS menjadi sangat penting, bukan pembinasaan. Pembinaan kedepan juga akan melibatkan tim dari Kemenristekdikti, Kopertis, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), ABPPTSI, dan pemangku kepentingan lainnya.

Kepada Kopertis, Menristekdikti menghimbau agar melakukan pembinaan dengan baik. “Untuk kopertis jangan datang pada saat wisuda saja, tapi datang untuk pembinaan juga,” ujar Menteri Nasir. Menanggapi hal tersebut, ketua umum ABPPTSI Thomas Suyatno mengatakan siap menjadi tim dalam pembinaan perguruan tinggi yang masih bermasalah. “Menjadi tim pembinaan ini merupakan penghargaan dari Menristekdikti. Melakukan pengawasan belakangan, yang terpenting adalah pembinaannya,” ujar Thomas yang juga Mantan Rektor Universitas Atma Jaya. (nf/ristekdiktitv)

MAHASISWA HARUS TANGGAP IPTEK

Jakarta – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir menjadi dosen tamu pada Kuliah Umum yang berlangsung di Ruang Auditorium di Universitas Katolik Atma Jaya (Unika Atma Jaya) Jakarta, Rabu (3/2/2016).

Kuliah umum ini mengajak mahasiswa untuk lebih membuka mata terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dengan terus mengeksplorasi riset tentang keanekaragaman hayati di Indonesia.
“Maka, melek terhadap Iptek menjadi salah satu kunci penting untuk bersaing. Persoalan besarnya, bagaimana mengubah lanskap ekonomi menjadi berorientasi kepada produksi berbasis keanekaragaman hayati. Intinya, kita tidak mungkin bersaing di semua lini, namun perlu merumuskan kekuatan kita dimana bisa menjadi pintu masuk dalam mata rantai industri regional ASEAN tersebut. Pemanfaatan keanekaragaman hayati akan menjadi kunci penting untuk bersaing,” jelas Rektor Unika Atma Jaya, A. Prasetyantoko.

Nasir mengungkapkan dalam acara yang mengambil tema “Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang melek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) untuk eksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia hingga berdaya saing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” tersebut bahwa saat ini menghasilkan SDM yang kompetitif dan inovatif menjadi salah satu tantangan tersendiri. Menurut dia, baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tidak ada pembedaan dalam mengembangkan riset juga publikasi internasional.

“Salah satu isu terbesar memasuki MEA adalah kemampuan bersaing yang lemah. Padahal, negara ini memiliki keanekaragaman hayati yang begitu besar yang menjadi bahan dasar untuk bersaing,” ungkapnya.
MEA bukan lagi cita-cita apalagi mitos, melainkan realita. Rangsang terus SDM Indonesia demi wujudkan Mahasiswa lebih tanggap Iptek, lebih terampil, dan lebih siap untuk bersaing di MEA. (ard/bkkpristekdikti)

Minggu, 28 Februari 2016

SIRAH NABAWIYAH - DAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN (PART-2)



Alhamdulillah, dipekan sebelumnya, pembahasan kita telah sampai pada dakwah secara terang-terangan bagian 1, yaitu sampai pada pertentangan kaum musyrik dan usaha mereka menghadang dakwah. Ternyata usaha mereka tidak berhenti sampai di sana. Mereka menyadari cara-cara sebelumnya tidak efektif, kemudian mereka mulai menyerang, mengganggu Rasulullah SAW, menyiksa orang-orang yang masuk Islam, dan menghadangnya dengan berbagai cara.

Beberapa gangguan yang diberikan kepada Rasulullah SAW diantaranya : Dilempari batu oleh Abu Lahab, Dilempar isi perut domba selagi shalat, diludahi oleh Uqbah, dan masih banyak lagi gangguan yang diberikan. Gangguan dan siksaan itu tidak berarti bagi Rasulullah SAW. Tetapi bagi orang muslim, terutama yang lemah, semua itu terasa sangat berat.

Saat Abu Jahal mendengar seseorang masuk Islam maka dia memperingatkan, menakut-nakuti, menjanjikan sejumlah uang dan kedudukan jika orang tersebut dari kalangan terpandang. Namun dia akan memberikan serangan dan pukulan jika berasal dari kalangan awam dan lemah. Semakin hari, semakin banyak orang-orang yang disiksa karena masuk Islam. Siapapun yang masuk Islam, pasti akan mendapat perlakuan tersebut.

Langkah bijaksana yang diambil Rasulullah SAW untuk menghadapi tekanan itu adalah dengan melarang umat muslim untuk menampakkan keislaman, ibadah, dakwah, dan pertemuan mereka. Karena jika tidak, memungkinkan terjadinya bentrokan fisik yang berlarut-larut dan akan menghancurkan orang-orang muslim sendiri. Tetapi Rasulullah SAW tetap menampakkan dakwah dan ibadahnya di tengah orang-orang musyrik, dan sama sekali tidak mengurangi aktivitas tersebut.

Dalam kondisi itu, turun surat Al-Kahfi sebagai sanggahan terhadap berbagai pertanyaan dari kaum musyrik kepada Nabi SAW. Surat ini berisi 3 kisah, diantaranya:

1 Ashabul Kahfi yang diberi petunjuk untuk hijrah dari pusat kekufuran dan permusuhan karena dikhawatirkan mendatangkan cobaan terhadap agama. (Al-Kahfi ayat 16).
2 Kisah Khidhr dan Musa yang terdapat isyarat bahwa usaha memerangi orang-orang muslim bisa membalikkan kenyataan secara total.
3 Kisah Dzil Qarnain yang memberikan pengertian bahwa bumi ini milik Allah dan yang layak mewarisi bumi adalah orang-orang shalih. Setelah itu, turun surat Az-Zumar yang mengisyaratkan untuk hijrah.

Rasulullah SAW mengetahui bahwa Ashanah An-Najasyi, raja yang berkuasa di Habasyah adalah seorang raja yang adil dan tak akan ada orang yang teraniaya di sisinya. Oleh karena itu beliau memerintahkan beberapa orang untuk hijrah ke sana. Tepat pada bulan Rajab tahun kelima setelah Nubuwah, sekelompok sahabat hijrah pertama kali ke Habasyah, terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita, yang dipimpin Utsman bin Affan.

Pada bulan Ramadhan di tahun yang sama, Nabi SAW keluar dari Masjidil-Haram, saat itu para pemuka dan pembesar Quraisy berkumpul di sana. Beliau berdiri di hadapan mereka, lalu membacakan surat An-Najm. Mereka terpesona dan menyimak isinya dan semua orang khidmat mendengarnya. Tatkala beliau membaca penutup surat ini, hati mereka serasa terbang. Akhirnya beliau membaca ayat terakhir yang artinya, "Maka sujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)." Mereka pun sujud. Sinar-sinar kebenaran telah masuk kedalam hati mereka hingga tak mampu menahan diri untuk sujud. Setelah itu, mereka yang sujud mendapat cercaan dari mereka yang tidak ikut sujud. Kemudian mereka yang tidak sujud berdusta untuk menutup-nutupi sujud tersebut, bahwa Rasulullah menyebutkan berhala-berhala mereka dengan sanjungan. Bahwa beliau berkata, "Itulah Gharaniq yang luhur, yang syafaatnya benar-benar diharapkan."

Cerita tentang Gharabiq dan sujud tersebut didengar oleh orang-orang muhajjirin di Habasyah, tetapi dengan cerita yang jauh berbeda dari yang sebenarnya, yaitu tentang orang-orang Quraisy masuk Islam. Oleh karena itu mereka pulang ke Makkah pada bulan Syawal di tahun yang sama. Ketika hampir mendekati Makkah, barulah mereka mengetahui apa yang terjadi. Sebagian ada yang kembali ke Habasyah dan sebagian lagi ada yang pulang ke Makkah secara sembunyi-sembunyi.

Sejak saat itu, siksaan dan penindasan semakin menjadi. Nabi SAW pun memerintahkan hijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya. Tentu saja hijrah kali ini lebih sulit dari sebelumnya. Ada sekitar 83 orang laki-laki dan 18 atau 19 orang wanita.

Orang-orang musyrik meradang jika orang-orang muslim memperoleh tempat yang aman. Kemudian mereka mengirim Amr bin Al-Ash dan Abdullah bin Abu Rabi'ah, sebelum keduanya masuk Islam,  dengan membawa hadiah untuk Raja Najasyi dan para uskup. Mereka mendatangi para uskup terlebih dahulu, membawa hadiah, memberi alasan dan meminta bantuan para uskup untuk mengusir orang-orang muslim dari sana. Para uskup menyetujui untuk mempengaruhi sang raja. Barulah mereka menemui raja Najasyi dengan membawa hadiah.

Mereka melaporkan apa yang terjadi berdasarkan sudut pandang mereka dan diamini oleh para uskup. Tetapi sang raja merasa perlu meneliti secara detail terkait masalah ini dan mendengar dari masing-masing pihak. Maka didatangkanlah para muhajjirin ke hadapannya. Ketika ditanya oleh raja terkait agama yang dibawa para muhajjirin dan alasan tidak masuk agama-agama lain, Ja'far bin Abu Thalib sebagai juru bicara kaum muslim menjawab secara jujur dan detail.

Kemudian, sang raja meminta dibacakan ajaran dari Allah. Lalu Ja'far membacakan surat Maryam. Sang raja menangis hingga membasahi jenggotnya, begitu pula para uskup. Raja berkeyakinan bahwa ajaran tersebut dan ajaran yang dibawa Isa benar-benar keluar dari satu misykat. Kemudian sang raja membolehkan orang-orang muslim tinggal di daerahnya.

Keesokan harinya, Amr bin Al-Ash dan Abdullah bin Abu Rabi'ah kembali menemui Raja Najasyi dan mengatakan bahwa orang-orang muslim menyampaikan perkataan yang tidak bisa dianggap enteng tentang Isa bin Maryam.

Raja Najasyi menanyakan pendapat orang-orang muslim tentang Isa, kemudian Ja'far menjawab, "Kami katakan sesuai apa yang dibawa oleh Nabi kami, bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, roh-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, sang perawan suci."

Jawaban Ja'far memang sesuai dengan yang diyakini Raja Najasyi. lalu orang-orang muslim aman tinggal di Habasyah.

Siasat orang-orang musyrik gagal. Mereka berpikir, satu-satunya memuluskan siasat ini adalah dengan menghentikan dakwah Rasulullah SAW secara mutlak. Jika tidak, beliau harus dibunuh. Tetapi Abu Thalib senantiasa melindungi beliau dan orang-orang muslim.

Para pemuka Quraisy mendatangi Abu Thalib dan mengancamnya untuk menghentikan Nabi SAW atau mereka menganggapnya berada dipihak beliau, hingga salah satu dari kedua belah pihak binasa. Ancaman itu cukup menggetarkan Abu Thalib, maka dia mengirim utusan untuk menemui Rasulullah, mengatakan apa yang sudah terjadi dan menyarankan beliau untuk menghentikan kegiatan dakwah. Tapi apa jawaban Rasulullah SAW? Beliau bersabda, "Wahai pamanku, demi Allah, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan agama ini, hingga Allah memenangkannya atau aku ikut binasa karenanya, maka aku tidak akan meninggalkannya." Mendengar hal itu, Abu Thalib mengucurkan air mata dan kembali mendukung serta melindungi beliau. Rasulullah kembali melanjutkan aktivitas seperti biasa.

Merasa gagal dengan ancaman sebelumnya, orang-orang Quraisy kembali mendatangi Abu Thalib dengan membawa Ammarah bin Al-Walid bin Al-Mughirah. Mereka berniat menukar Nabi SAW dengan pemuda tersebut agar Abu Thalib tidak melindungi beliau. Dan tentu saja Abu Thalib menolaknya. Setelah orang-orang Quraisy mengalami kegagalan dalam mempengaruhi Abu Thalib, maka mereka bersikap lebih keras dan bengis. Bahkan, muncul ide untuk menghabisi Nabi SAW. Namun itu semua justru membuat posisi Islam semakin kokoh dengan masuknya 2 pahlawan Makkah, Hamzah bin Abdul-Muthalib dan Umar bin Al-Khaththab.

MasyaAllah...

Apa yang menjadi alasan mereka masuk Islam dan bagaimana Islam setelah mereka masuk? Mari kita lanjutkan pembahasannya di pekan depan. InsyaAllah.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ


Sumber : Buku “Sirah Nabawiyah” karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury.

Ayat-ayat Pilihan : QS. An-Nahl [16] : 106

أَﻋُﻮْﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻴﻄَﺎﻥِ ﺍﻟﺮَّﺟِﻴْﻢِ

رَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

"Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar".


Bagi orang-orang yang telah mendapatkan cahaya hidayah karena telah beriman, lalu memilih jalan sesat padahal ia mengetahui kebenaran ajaran Allah, menyesakkan dadanya dengan menyekutukan Allah setelah merasakan ketenangan berada dalam naungan iman, maka mereka layak mendapatkan kemurkaan Allah. Karena mereka telah mengetahui hakikat iman, namun kemudian berpaling. Untuk itu Allah menyediakan azab yang amat menyakitkan di akhirat karena mereka lebih mencintai kehidupan dunia dan memilihnya daripada kehidupan akhirat. Mereka rela meninggalkan iman, padahal iman merupakan faktor penting yang bakal menyelamatkan mereka di akhirat.

Mereka berpindah agama dan kepercayaan dengan tujuan duniawi sehingga Allah tidak lagi memberi hidayah atau menetapkan kaki mereka pada jalan dan agama yang benar. Hati mereka dikunci, sehingga tidak mampu menangkap kejernihan bukti-bukti Allah.


Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ayat ini turun berkaitan dengan Ammar bin Yasir yang dipaksa untuk mengucapkan kalimat kekafiran. Jika tidak, ia akan dibunuh seperti kedua orang tuanya. Ammar pun mengikuti kemauan mereka karena terpaksa.

INGIN MENIKAH TAPI KURANG DARI SEGI MATERI, APAKAH PERNIKAHANNYA MENJADI MAKRUH??


Oleh : Ustadzah Enung (KOL IHQ)
Tanya: Dikatakan bahwa hukum nikah makruh apabila punya keinginan tapi tidak mampu memberi nafkah. Bagaimana bila ada seorang laki-laki yang kurang dari segi materi (mungkin ada tapi saat belum menikah uangpun lewat saja, susah untuk menabung) tapi berkeinginan menikah untuk menghindari zina? Apakah ini makruh juga?

Jawab :
Kemampuan dari segi materi memang setiap orang berbeda-beda ukurannya. Ketika ada seorang sahabat hendak menikahi wanita yang shalihah, menerima keadaan shahabat ini, akan tetapi ia tidak mempunyai harta. Rasulullah SAW bersabda :

الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدِ
Cari mahar, meskipun hanya cincin besi. (HR. Bukhari dan Nasai )

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim mengatakan,’Saya telah masuk Islam, jika kamu masuk Islam aku akan menikah denganmu.’ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’I : 3288).

Atau hafalan Al Qur’an yang akan diajarkannya. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surat Al Qur’an hafalannya (HR. Bukhari dan Muslim).

“Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. al-Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari Muslim”).

Maka hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi? Bahkan ada sebagian daerah yang mensyaratkan pemberian mahar yang tergolong tinggi. Menghadapi hal semacam ini, hendaknya wanita lebih bijaksana.

 عن ابن مسعود قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : ( يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ ، مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

"Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barangsiapa yang belum mampu menikah maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah penjaga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kata الْبَاءَةَ mempunyai 2 pengertian : Yaitu mampu memberikan nafkah lahir seperti sandang, pangan dan papan. Namun, jika kita lihat beberapa hadits tadi, maka yang dimaksud "Mampu" adalah nafkah bathin. Bisa jadi seorang lelaki tidak dapat menabung, karena belum ada tanggungan terhadap keluarga.

Semoga dengan menikah, rasa tanggung jawab muncul, dan istrinya mampu mengatur keuangan keluarga.

SUJUD SAHWI

Oleh : Ustadzah Ade (KOL IHQ)

Tanya: Afwan Ustadzah ada yang bertanya. Sujud sahwikan dilakukan untuk memperbaiki kesalahan sebelum salam. Gimana kalau kesalahannya ketika bacaan salam. Misal bukan membaca assalamu'alaykum malah membaca astagfirullah. Itu bagaimana?

Jawab :
Shalat dikatakan sah jika syarat sah shalat,  syarat wajib shalat dan rukun-rukun shalat ditegakan. Apabila seseorang lupa tidak melakukan satu rukun dari rukun rukun shalat atau kelebihan raka'at,  atau kurangnya raka'at, atau tertinggalnya sesuatu yang diperintahkan atau pun karena dikerjakannya sesuatu yang terlarang tanpa sengaja, atau lupa tasyahud awal atau atau ada keraguan dalam shalatnya,  maka dia harus melakukan SUJUD SAHWI.

Tetapi jika seseorang dengan sengaja meninggalkan satu dari syarat sah shalat, syarat wajib shalat atau satu rukun diantara rukun-rukun shalat maka shalatnya batal dan harus mengulangi shalatnya.

Ketika ada kasus seseorang lupa mengucapkan salam "Assalaamu"alaikum..." ketika salam pertama, maka dia diharuskan melakukan sujud sahwi. Karena salam pertama termasuk rukun shalat.

Penjelasan
Apa itu SUJUD SAHWI?
Para fuqaha mendefinisikan sujud sahwi sebagai berikut:

مَا يَكُونُ فِي آخِرِ الصَّلاَةِ أَوْ بَعْدَهَا لِجَبْرِ خَلَلٍ بِتَرْكِ بَعْضِ مَأْمُورٍ بِهِ أَوْ فِعْل بَعْضِ مَنْهِيٍّ عَنْهُ دُونَ تَعَمُّدٍ

Sujud yang dilakukan di akhir shalat atau setelah shalat lantaran kesalahan, baik karena tertinggalnya sesuatu yang diperintahkan atau pun karena dikerjakannya sesuatu yang terlarang tanpa sengaja.

Definisi lain : sujud sahwi adalah ibadah tambahan dalam rangkaian ibadah shalat yang bentuknya berupa dua kali sujud, yang dilakukan sebelum atau sesudah salam.

Tata cara sujud sahwi
Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud di akhir shalat sebelum atau sesudah salam. Ketika ingin sujud disyariatkan untuk mengucapkan takbir “Allahu akbar”, begitu pula ketika ingin bangkit dari sujud disyariatkan untuk bertakbir

Berikut Contoh-contoh sujud sahwi di dalam hadits :
Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum salam dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Buhainah,

فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ

“Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)

Contoh cara melakukan sujud sahwi sesudah salam dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah,

فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ

“Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573)
Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,

فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.

“Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim no. 574)

Apakah ada takbiratul ihrom sebelum sujud sahwi?

Sujud sahwi sesudah salam tidak perlu diawali dengan takbiratul ihrom, cukup dengan takbir untuk sujud saja. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Landasan mengenai hal ini adalah hadits-hadits mengenai sujud sahwi di atas.

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullahberkata, “Para ulama berselisih pendapat mengenai sujud sahwi sesudah salam apakah disyaratkan takbiratul ihram ataukah cukup dengan takbir untuk sujud? Mayoritas ulama mengatakan cukup dengan takbir untuk sujud. Inilah pendapat yang nampak kuat dari berbagai dalil.”

Do’a Ketika Sujud Sahwi
Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi,

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو

“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa).
Namun do'a sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dan tanpa didukung oleh dalil.
Bacaan sujud sahwi yang lebih tepat seperti bacaan sujud ketika shalat :

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

“Subhaana robbiyal a’laa. [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi]." (HR. Muslim no. 772)

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy. [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku]." (HR Bukhari no. 817 dan Muslim no 484)


ADAB BERPAKAIAN

 
1 Hendaknya memakai pakaian yang bagus, bersih dan tidak memakai pakaian yang terkena najis. Allah SWT. berfirman :
"Dan pakaianmu bersihkanlah."
(QS. Al-Mudatsir : 4 )

Suatu ketika Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam melihat seorang sahabatnya yang memakai pakaian yang jelek, ketika itu beliau bersabda, "Apabila Allah mengkaruniakanmu harta, maka tampakkanlah bekas nikmat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu."
(HR. Abu Dawud)

2 Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal, tidak memperlihatkan apa yang ada dibaliknya.

Allah SWT berfirman : "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat."
(QS. Al-A’raf : 26)

3 Pakailah pakaian sesuai dengan kodratnya. Maksudnya adalah laki-laki tidak boleh memakai pakaian yang menyerupai perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia menuturkan, "Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita, dan kaum wanita yang menyerupai kaum laki-laki."
(HR. Bukhari)

4 Berdo'a ketika akan memakai dan melepaskan pakaian.

💠 Disunnahkan membaca do'a ketika akan memakai pakaian baru :

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ كَسَانِىْ هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِحَوْلٍ مِنِّىْ وَلاَقُوَّةٍ

Artinya :
"Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengkaruniakan kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku."
(HR. Abu Dawud)

💠 Memakai pakaian biasa atau lama:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرَ مَاهُوَلَهُ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّمَاهُوَلَهُ. رواه ابن السني عن أبي سعيد الخدري

Artinya :
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya (pakaian ini) dan kebaikan yang untuknya ia diciptakan. Dan aku berlindung pada-Mu dari keburukannya (pakaian ini) dan keburukan yang untuknya ia (biasanya) dipergunakan.”
(HR. Ibnu Sunni dari Abi Said Al-Khudri)

💠 Ketika melepaskan pakaian

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلأَ هُوَ. رواه ابن السني عن معاذ .

Artinya :
“Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia”
(HR. Ibnu Sunni dari Mu’az bin Jabal)

5 Disunnahkan mendahulukan bagian kanan ketika akan memakai pakaian dan bagian kiri ketika melepaskannya.
Aisyah ra. barkata:
"Rasulullah SAW suka memulai dengan bagian kanan didalam segala perihalnya, ketika bersuci, menyisir rambut, dan memakai sandal."
(HR. Bukhari dan Muslim)

6 Hindari gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib. Karena hadits yang bersumber dari Aisyah radhiallahu 'anha, menyatakan bahwasanya beliau berkata "Rasulullah tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya."
(HR. Bukhari dan Ahmad)

7 Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera, kecuali dalam keadaan terpaksa, karena hadits yang bersumber dari Ali ra. mengatakan : "Sesungguhnya Nabi Allah SAW pernah mengambil kain sutera lalu meletakkannya di tangan kanannya dan mengambil emas lalu meletakkannya di tangan kirinya, lalu beliau bersabda, : 'Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dari umatku.'"
(HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

8 Disunnahkan memakai pakaian yang berwarna putih. Karena hadits mengatakan, "Pakailah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu."

(HR. Ahmad)

TUNTUNAN AKHLAK


1 Jika Allah Cinta

إِنَّ أَعْظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاءِ ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Allah mengujinya. Maka barangsiapa ridha dengan ujian Allah, baginya ridha –dari Allah–, sebaliknya siapa yang murka, maka baginya murka –dari Allah– .”
(HR. At-Tirmidzi)

2 Merenunglah Tentang Ciptaan Allah

َتَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ وَلَا تَفَكَّرُوا فِي اللهِ

"Berpikirlah (merenunglah) tentang ciptaan Allah dan janganlah kalian berpikir tentang Allah."
(HR. Abu Nu'aim)

3 Gugurkan Dosa dengan Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Takbir

إِنَّ سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، تَنْفُضُ الْخَطَايَا كَمَا تَنْفُضُ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

"Sesungguhnya Subhanallah, dan Alhamdulillah, dan Laa ilaaha illaaAllah dan Allahu Akbar menggugurkan dosa-dosa laksana pohon yang menggugurkan dedaunan."
(HR. Ahmad dan Bukhari)

4 Bacalah Al Qur'an Secara Rutin 📖

اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ، اقْرَأْهُ فِي عِشْرِينَ لَيْلَةً، اقْرَأْهُ فِي عَشْرٍ، اقْرَأْهُ فِي سَبْعٍ، وَلَا تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ

"Bacalah (khatamkan) Al Qur'an pada setiap satu bulan sekali, (atau) khatamkan setiap dua puluh hari, (atau) khatamkan dalam tujuh hari dan jangan lebih dari itu."

(HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)